REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peralihan jabatan presiden Republik Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Joko Widodo membawa perubahan pada sejumlah aspek di lingkungan Istana Kepresidenan.
Salah satu perubahan yang terasa signifikan di kalangan pewarta yang ditugaskan meliput kegiatan presiden adalah kesediaan Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, untuk di-doorstop dalam rangka memberikan keterangan. Doorstop diterjemahkan secara bebas merupakan proses wawancara narasumber dengan cara mencegat di suatu tempat atau lokasi.
Nah, selama masa kepemimpinan Presiden SBY 2004-2014, doorstop terhadap orang nomor satu di negeri ini, terhitung langka. Hanya dalam kesempatan tertentu, SBY bersedia untuk di-doorstop. Sebenarnya, belulah jelas mengapa SBY hampir tidak pernah didoorstop wartawan sehingga keterangan pers kerap kali searah, tanpa tanya jawab. Alasan biro pers maupun protokol hingga pasukan pengamanan presiden (paspampres) membatasi teknik wawancara semacam ini umumnya sama. Khawatir keamanan presiden terganggu.
Kemarin malam, bertempat di Istana Merdeka, Jokowi bersedia di-doorstop pewarta seusai menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Australia Tony Abbott sekira pukul 19.30 WIB. Pada mulanya, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, hendak memasuki ruang utama Istana Merdeka untuk menanti kedatangan tamu berikut, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry. Akan tetapi, sapaan penuh hangat dari wartawan, membuat Jokowi menghentikan langkah dan berbicara di depan sosoran recorder maupun mic serta kamera pewarta.
Dalam kesempatan itu, Jokowi ditanya rangkaian pertemuannya dengan pemimpin negara-negara sahabat seperti Singapura (PM Lee Hsien Liong), Malaysia (PM Najib Razak) dan Australia (PM Tony Abbott). Menurut Jokowi, topik pembicaraan relatif beragam meliputi politik luar negeri, infrastruktur hingga investasi di Tanah Air. Tak lupa pula ditanyakan isu terhangat mengenai waktu pengumuman komposisi kabinet.
"Secepat-cepatnya, secepat-cepatnya, secepat-cepatnya," seloroh Jokowi.
Doorstop berlangsung singkat, tanpa pengawalan berlebih dari biro pers, protokoler maupun paspampres yang biasa menempel ketat presiden yang baru dilantik pada Senin pagi itu. Setelah Abbott, Jokowi menerima kunjungan Kerry dan seusai mengantarkan mantan kandidat calon presiden AS itu memasuki mobilnya, mantan walikota Solo itu kembali didoorstop. Temanya masih sama yaitu seputar materi pembicaraan. Namun, berbeda dengan doorstop sebelumnya, kali ini Jokowi dilindungi dengan ketat oleh paspampres.
Entah mengapa pengawalan menjadi lebih ketat. Mungkin karena para anggota pasukan khusus itu ditegur oleh sang komandan regu. Sebagaimana sebelumnya, doorstop pun berlangsung singkat. Sebab, Jokowi harus meladeni permintaan siaran langsung wawancara khusus dengan salah satu stasiun TV swasta. Bagi para pewarta, kesediaan Jokowi melakoni doorstop merupakan sebuah angin segar. Lantaran selama SBY di pucuk kekuasaan, hal tersebut sesuatu yang langka.
Namun, ada juga wartawan yang berpendapat bahwa kesediaan Jokowi hanya sesaat. Sebab, biro pers, protokoler hingga paspampres tentu akan melakukan evaluasi.
"Kita lihat tiga bulan lagi," ujar seorang pewarta dari media nasional berbahasa Inggris. Sementara wartawan senior dari media nasional lain menyebut doorstop yang Jokowi lakukan, bukan hal baru. SBY pun pada awal kepemimpinannya bersedia di-doorstop. Apa pun, Jokowi telah menepati satu janjinya beberapa waktu lalu pascaterpilih. Ia bersedia di-doorstop walau telah di Istana.