REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) ingin menggunakan Undang-Undang MPR DPR DPRD dan DPD (UU MD3) sebagai instrumen dalam memilih Pimpinan komisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Juru bicara KMP, Tantowi Yahya, menjelaskan konsekuensi dari UU MD3 adalah terjadi paket. Menurutnya, sistem paket itu adil, karena Koalisi Indonesia Hebat (KIH) juga dapat membuat paket pimpinan komisi DPR.
"Persyaratannya kan cuma empat fraksi, apalagi sekarang ini kabarnya PPP nyebrang ke sana. Maka sama-sama lima fraksi sekarang," ujarnya, kepada Republika, Sabtu (18/10).
Tantowi menjelaskan, sistem paket merupakan cara konstitusional, karena ada payung hukumnya. Hanya saja, bila ada mekanisme lain yang digunakan, seperti musyawarah mufakat, maka perlu dibicarakan dahulu.
"KMP ingin tahu, kalau memang musyawarah, musyawarahnya dalam bidang apa," katanya. Ia menambahkan, bila sistem paket maka pemilihannya voting, dan KMP pun bisa kalah pula dalam voting.
Bagi Tantowi, masih ada waktu dua atau tiga hari untuk bersepakat. "Namun apa yang mau disepakati karena kita belum pernah duduk bareng bersama secara instens," tuturnya.
Tantowi tak masalah bila KIH ingin mengambil posisi ketua di komisi-komisi tertentu atau semua komisi. Asalkan disepakati dahulu, karena belum tentu semua fraksi KMP setuju.