REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Esthi Maharani
Kondisi dan dinamika yang terjadi hanya dalam tiga pekan masa transisi sukses membuat Presiden SBY mengambil keputusan untuk mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) pada 11 September. Ia ingin membuat batasan yang jelas antara pemerintahannya dan pemerintahan mendatang.
Presiden SBY merinci hal-hal yang harus dilakukan jajaran pemerintahannya dalam merespon masa transisi ke pemerintahan Jokowi. Boleh dikatakan, Presiden SBY jengah.
Ada tujuh Instruksi Presiden yang dikeluarkan:
Pertama, pemerintah membantu tim terpilih Jokowi dalam mempersiapkan pemerintahan mendatang. Semuanya dilakukan dengan tertib dan mekanisme yang telah disepakati dengan Jokowi. Ia meminta agar pejabat senior dan menteri untuk tidak mengomentari, menanggapi program di pemerintahan mendatang. Karena hal tersebut sepenuhnya hak presiden terpilih
Kedua, pemerintahan sekarang tidak melakukan penggantian pejabat-pejabat utama di pemerintahan. Misalnya eselon 1, pejabat di jajaran TNI/Polri.
Ketiga, pemerintahan tidak juga melakukan penggantian pejabat di BUMN. Presiden barulah yag melakukan dan menetapkan siapa pejabat BUMN yang ditugaskan. Keempat, pemerintah memberikan kesempatan dan ruang kepada presiden terpilih dalam menetapkan pembantu-pembantu presiden dan wapres.
Kelima, pemerintah bertugas menyiapkan bahan-bahan internal presiden yang akan dilakukan dalam jangka pendek. Meskipun nantinya bisa diperbarui dan diubah. Misalnya kunjungan kenegaraan dan menghadiri konferensi tingkat tinggi.
Keenam, kebijakan untuk menyiapkan kendaraan untuk pemerintahan mendatang mulai dari menteri, ketua DPR, MPR, MA, MK dan lainnya dihentikan dan proses pengadaannya diserahkan pada pemerintahan berikutnya.
Ketujuh, semua fasilitas yang digunakan oleh pejabat jajaran pemerintahan agar dikembalikan pada saat yang tepat dengan administrasi yang baik untuk menghindari fitnah. “Saya tidak ingin diadu dengan Presiden Jokowi dari setiap isu," katanya menegaskan lahirnya Instruksi Presiden tersebut.