REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani
Dalam sejarah Indonesia, baru kali ini masa transisi sengaja didesain untuk menyambut pemerintahan baru; presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memunculkan ide tersebut sejak tahun politik bergolak di 2013.
Presiden SBY punya alasan kuat untuk itu. Ia tak ingin nasibnya sebagai presiden keenam terulang pada penerusnya. Dulu, ketika SBY telah memenangkan pemilu 2004, ia tak pernah merasakan masa transisi dari presiden sebelumnya yakni Megawati Soekarnoputri.
Hal itu diungkapkannya beberapa kali dalam rapat cabinet di kantor presiden. Salah satunya pada 7 Agustus 2014. Ia menceritakan bagaimana sulitnya mendapatkan akses ketika telah ditetapkan sebagai presiden terpilih.
“Saya ingat pada 2004, pada 4 Oktober 2004 menjadi presiden. Saya tidak memiliki kesempatan dan tidak memiliki akses untuk melakukan sebuah persiapan sebelum saya memangku jabatan sebagai Presiden RI,” katanya pada 7 Agustus lalu.
Alhasil, SBY harus meraba-raba kondisi terakhir Indonesia sebelum benar-benar memimpin. Ia mencari tahu sendiri apa capaian Indonesia beberapa tahun terakhir. Termasuk apa yang harus dilakukan ketika secara resmi menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Berkaca pada masa-masa itulah, ia pun tak ingin nasibnya terulang pada pemerintahan mendatang. Jangan heran ketika Presiden SBY menegaskan ide adanya masa transisi dari pemerintahannya ke pemerintahan Jokowi-JK adalah idenya sendiri, bukan pihak lain.
Tak hanya alasan personal, ia juga menyakini masa transisi pemerintahan itu memang diperlukan. Ia menginginkan ada tradisi politik baru yang memberikan gambaran utuh tentang situasi Indonesia terkini langsung dari tangan pertama. Tujuannya agar presiden dan pemerintahan baru tidak kehilangan mata rantai ketika mulai memimpin Indonesia.
Hal itu berkali-kali ditegaskannya dalam berbagai pidato. Misalnya pada April 2014 ketika Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) digelar di Jakarta. Dihadapan para pejabat tingkat nasional hingga daerah, Presiden SBY menegaskan keinginannya membantu presiden terpilih.
Ia mengatakan ketika masa transisi terjadi, ia sendiri yang akan menyampaikan capaian Indonesia selama 10 tahun terakhir dan apa yang belum dicapai. Dengan begitu, presiden dan pemerintahan mendatang memiliki gambaran utuh tentang negara yang akan dipimpinnya.
Namun, peralihan pemerintahan dari Presiden SBY ke Presiden terpilih, Joko Widodo tak semudah yang dibayangkan. Banyak riak-riak yang bermunculan di kemudian hari ketika masa transisi coba diterapkan. Ada persinggungan dua pemerintahan yang pemicunya hal-hal sederhana seperti ketidaksepakatan, administrasi, dan kewenangan.
Hal itu terjadi pertama kali justru ketika menjelang pertemuan perdana antara Presiden SBY dan Jokowi di Bali pada 27 Agustus 2014. Presiden SBY menegaskan akan lebih menahan diri untuk tidak banyak berbicara. Apalagi, ia merasa cukup tersinggung dengan tudingan yang dialamatkan padanya terkait keterlibatan SBY di masa transisi.
“Saya dengar ada yang bersuara ‘Pak SBY jangan ngerecoki Jokowi’ atau ‘Pak SBY jangan ganggu Jokowi’. Saya pikir ini aneh. Saya punya niat baik untuk membantu agar transisi berjalan lancar dan presiden baru bisa melaksanakan tugas setelah resmi dilantik,” katanya di Timor Leste sebelum bertolak ke Bali untuk bertemu Jokowi pertama kali sebagai presiden terpilih.
(Bersambung....)