REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo pada Jumat (17/10) pagi dipandang sebagai rekonsiliasi yang baik untuk harmonisasi politik. Dengan demikian kekhawatiran publik terhadap realisasi program-program ekonomi Jokowi-JK akan terkikis.
Ekonom dari Samuel Aset Manajemen Lana Soelistiyaningsih mengatakan tekanan politik yang semakin berkurang akan membuka ruang bagi Jokowi untuk mewujudkan rencana ekonominya. Meski demikian situasi politik yang kian kondusif tidak serta merta menumbuhkan perekonomian secara drastis.
“Kita masih punya problem struktural yang harus diselesaikan,” jelas Lana saat dihubungi Republika, Jumat (17/10).
Menurutnya target ekonomi untuk tumbuh hingga enam persen pada 2015 masih terganjal oleh tingginya angka impor. Di samping itu Indonesia masih menghadapi perlambatan ekspor dan defisit transaksi berjalan. Hal-hal itulah yang harus diselesaikan oleh kabinet ekonomi mendatang.
Disinggung soal ideologi ekonomi Jokowi yang mengusung ekonomi kerakyatan, Lana mengungkapkan bahwa ekonomi kerakyatan telah terwujud sejak pemerintahan SBY. “Hanya penamaannya yang berbeda,” imbuhnya.
Adanya BPJS dan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan bentuk perwujudan ekonomi kerakyatan. “Jokowi mungkin hanya perlu memperbaiki sasaran program atau jumlah anggaran,” pungkasnya.