Rabu 15 Oct 2014 18:49 WIB

Terkait Perppu Pilkada, DPR Diimbau Dengarkan Aspirasi Rakyat

 Aksi unjuk rasa menuntut pilkada langsung di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/10).(Republika/Agung Supriyanto)
Aksi unjuk rasa menuntut pilkada langsung di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/10).(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dr Rahmat Bowo mengingatkan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengesampingkan ego politik.

"Dalam konstruksi sistem ketatanegaraan, DPR dan DPRD mewakili rakyat. Semestinya mereka mendengarkan aspirasi rakyat kebanyakan dan mengesampingkan apa yang jadi ego politik," katanya di Semarang, Rabu.

Jumlah penduduk yang sedemikian banyak, kata dia, memang membuat keterbatasan-keterbatasan bagi rakyat dalam mengambil keputusan sehingga perlu diwakilkan oleh apa yang disebut legislatif, yakni DPR dan DPRD.

Kalau semasa Yunani dulu dengan penduduk yang masih sedikit, pengajar Fakultas Hukum Unissula itu mengatakan, masyarakat bisa datang secara langsung untuk ambil bagian dalam menentukan keputusan politik.

"Akan tetapi, sekarang kan tidak mungkin. Dalam kondisi tertentu, pengambilan keputusan memang harus diwakilkan. Mereka (DPR-DPRD, red.) yang mewakili rakyat harusnya mendengar aspirasi publik," katanya.

Ia mencontohkan aspirasi rakyat yang menginginkan pemilihan kepala daerah (pilkada) tetap dilakukan secara langsung, semestinya para anggota DPR mendengar dan menghargai apa yang menjadi kehendak rakyat.

"Rakyat kan menghendaki agar hak politiknya, yakni keikutsertaan rakyat dalam memilih kepala daerah tidak dicabut. Semestinya, DPR tidak mencabut apa yang menjadi hak substansial rakyat itu," katanya.

Dalam perkembangannya sekarang ini ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dikeluarkan Presiden terkait pilkada, kata dia, yang dalam prosesnya perppu memang harus diajukan ke DPR.

"DPR hanya punya dua opsi atas Perppu itu, yakni menyetujui atau tidak menyetujui. Kalau DPR mendengar dan menghargai apa yang diinginkan rakyat maka semestinya DPR menyetujui Perppu Pilkada," katanya.

Peraturan perundang-undangan yang dibuat, kata dia, semestinya mempertimbangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat kebanyakan, apalagi DPR merupakan wakil rakyat yang seharusnya mewakili rakyat.

"Kalau memang mewakili (rakyat, red.), apa kata yang diwakili, apa yang diinginkan yang diwakili, ya, dilaksanakan dong. 'Masa' mewakili malah melakukan apa yang tidak diinginkan yang mewakili," kata Rahmat.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement