Selasa 14 Oct 2014 20:06 WIB

MA Perberat Hukuman Terpidana Kasus Simulator SIM

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri, Budi Susanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/9).
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri, Budi Susanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mejatuhkan vonis lebih berat kepada Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santoso dalam perkara kasus pengadaan simulator SIM. Putusan tingkat kasasi itu memvonis Budi dengan divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Melalui laman resminya, MA menjelaskan, tak hanya memberikan hukuman pidana kurungan dan denda. Budi juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 88,4 miliar. 

Jumlah kurungan, denda serta kewajiban membayar uang pengganti semuanya lebih berat dibanding putusan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) dan tingkat banding. Sebelumnya, ia divonis delapan tahun penjara dan wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 17,1 miliar.

Putusan diambil atas pertimbangan tiga hakim dengan duduk sebagai ketua panelis Hakim Agung Artidjo Alkotsar. Ia dibantu Hakim Agung lainnya, MS Lumme dan M Askin.‎  

Namun, dalam pengambilan putusan ini nama terakhir mengajukan perbedaan pendapat. Menurut Askin, hukuman yang ditetapkan di tingkat banding sudah tepat.

Dalam pertimbangannya, MA menilai pengadilan tipikor dan pengadilan tinggi Jakarta kurang mengedepankan rasa adil dalam menjatuhkan putusan. Seperti, yang ditentukan dalam pasal 197 ayat 1 huruf F KUHAP.

"Kurang dalam pertimbangan hal-hal yang memberatkan," demikian bunyi putusan yang terbitka pada Selasa (14/10).

Sebelumnya, Budi divonis setelah dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah dalam korupsi proyek simulator SIM di Mabes Polri. 

Dia dianggap bersalah menggelembungkan harga unit simulator, merugikan keuangan negara, dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 17 miliar dalam proyek senilai lebih dari Rp 198 miliar.

Atas perbuatannya, dia dinyatakan melanggar dakwaan primer. Yakni pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement