REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat pemilu dari Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow, menilai Presiden SBY tidak bersungguh-sungguh mendukung pelaksanaan Pilkada langsung. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dinilai sekadar pencitraan.
Jeirry mengatakan jika melihat sejarah, Perppu tersebut hanya upaya SBY memperbaiki citranya yang hancur akibat aksi walk out Partai Demokrat saat rapat paripurna di DPR. Namun, posisi SBY di Partai Demokrat sebagai Ketua Dewan Pembina, Ketua Umum Partai, dan Ketua Mahkamah Partai, tapi tidak bisa mengendalikan partai.
"Tokoh kunci aksi walk out saat rapat paripurna tidak pernah diberi sanksi oleh SBY sampai sekarang. Padahal seharusnya dia bisa melakukan sesuatu kepada orang-orang ini," kata Jeirry dalam diskusi bertema Pilkada Langsung Menjamin Hak Politik Rakyat di Deli Cafe, Jakarta Pusat, Senin (13/10).
Hal itu dinilai membuat masyarakat bingung menilai Perppu. Dia juga mempertanyakan keberadaan SBY dalam mendukung Pilkada langsung. Sejak pembahasan RUu Pilkada sampai penerbitan Perppu, sulit diyakini SBY sebagai seorang demokrat.
"Kalau Perppu ini tidak gol seorang SBY tidak sungguh-sungguh, hanya ingin memperbaiki citra," ujarnya.
Di sisi lain, Jeirry menilai Perppu memang subjektivitas Presiden. Namun, yang menjadi perdebatan apakah ada kepentingan yang memaksa dalam penerbitan Perppu. Masyarakat hampir tidak melihat ada kepentingan yang memaksa.
Menurutnya, rakyat jelas tidak mau aturan-aturan bangsa dijadikan mainan para elite politik. Namun, dia sudah melihat gejala SBY bermain politik dengan memanfaatkan suara mayoritas rakyat.
"Kalau ada kepentingan memaksa yang disadari bangsa mestinya tidak ada perdebatan lagi di DPR untuk menyetujui atau tidak," imbuhnya.