REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koalisi Pemantau Pemilu (KPP) menilai keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2014 belum menjadi jaminan Pilkada akan otomatis dipilih langsung oleh rakyat. Sebab, dinamikanya akan berlangsung di DPR.
Pengamat pemilu dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M Afifuddin, mengatakan bagi masyarakat diskursus hukum tentang UU Pilkada atau Perppu tidak begitu penting. Justru yang penting bagi masyarakat adalah bagaimana hak politik mereka untuk memilih dan dipilih tidak hilang dan tercerabut atas nama apapun.
"Bisa jadi sebagian besar masyarakat sekarang ini belum sadar bahwa hak memilih mereka atas kepala daerah terancam hilang, oleh karena itu penting untuk mengingatkan semua pihak agar memperjuangkan agar Pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat," kata Afifuddin, dalam diskusi bertema Pilkada Langsung Menjamin Hak Politik Rakyat di Deli Cafe, Jakarta Pusat, Senin (13/10).
Dia membenarkan pelaksanaan Pilkada masih banyak catatan dan kekurangan. Namun, hal itu bukan alasan untuk menghilangkan Pilkada langsung.
Afifuddin menilai elite politik tidak boleh melempar masalah seakan sejumlah masalah yang muncul dalam Pilkada langsung murni disebabkan maraknya pelanggaran yang dilakukan masyarakat. Semua pihak dinilai punya saham ayas banyaknya persoalan di Pilkada. Maraknya politik uang dinilai bukan serta merta dilakukan masyarakat.
"Para elite parpol yang mengonversi suara dengan sejumlah uang sehingga mengakibatkan tingginya biaya kampanye," imbuhnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk perbaikan pelaksanaan Pilkada langsung. Antara lain, pengetatan sejumlah peraturan kampanye, pembatasan dana kampanye, dan penguatan keterlibatan masyarakat untuk melakukan pemantauan dan pengawasan. Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengkritisi mahalnya pembiayaan Pilkada yakni dengan pilkada serentak.