REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 85,4 persen dari 240 santri yang mondok atau nyantri pada 24 pesantren di Jawa Timur mendukung pilkada langsung.
"Hanya 10,7 persen yang menghendaki pilkada lewat DPRD dan 3,9 persen sisanya mengaku tidak tahu," kata Direktur LSM Santri Politika, Abdul Hady JM di Surabaya, Sabtu (11/10).
LSM melakukan "Santri Politika" pada 30 September hingga 7 Oktober 2014 dengan responden 240 santri dari 24 pesantren. Hasilnya, menunjukkan mayoritas santri kecewa dengan sikap para politisi. "Mayoritas santri meyakini bahwa pilkada langsung oleh rakyat adalah model demokrasi yang terbaik," katanya.
Karena itu, para santri mengaku kecewa terhadap sikap politik para politisi. Terutama dari partai Koalisi Merah Putih.
Namun, mayoritas santri menjawab tidak tahu mengenai hasil rekomendasi PBNU pada Munas Alim Ulama NU 2012 agar pilkada dikembalikan ke DPRD.
"Sebanyak 65,3 persen santri mengaku tidak tahu dengan rekomendasi PBNU itu, namun selebihnya mengaku tahu," katanya.
Menurut dia, para santri menyadari kalau pilkada secara langsung yang telah berjalan selama 10 tahun memang membawa mudharat. Seperti konflik sosial pada semua lapisan masyarakat.
Namun, hal ini tidak cukup dijadikan alasan agar pilkada dikembalikan ke tangan para politisi di DPRD. Karena demokrasi masih dalam proses pendewasaan sehingga mudharat itu masih ada dan hal itu perlu diantisipasi bersama.
"Pilkada langsung atau oleh DPRD sama-sama demokratis dalam versi masing-masing. Karena keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Namun kelemahan itu harus diperbaiki bersama," ujarnya.
"Yang menarik di sini, meski pun pada pemilu legislatif lalu para santri mengaku tidak semuanya memilih PKB. Namun para santri justru mengaku hanya PKB dan Nasdem yang bisa dititipi aspirasi dalam memperjuangkan pilkada langsung oleh rakyat," katanya.
Temuan lain dalam survei itu, sebanyak 31,8 persen responden mengaku memilih pasangan Prabowo-Hatta dan 46 persen memilih Jokowi-JK dalam pilpres 9 Juli 2014 serta sisanya mengaku golput. Namun, bila digelar pilpres lagi, maka hanya 1,9 persen yang mengaku memilih Prabowo-Hatta. "Mereka sangat kecewa," katanya.