REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Praktisi pers, Leo Batubara, menilai ada kesalahan dalam mengartikan pernyataan Perdana Menteri Timor-Leste, Xanana Gusmao. Hal ini dinilai mantan pengurus dewan pers ini sebagai kesalahan yang berdampak pada pemberitaan yang tidak tepat.
"Ya artinya pada pokok Xanana yang menjadi sumber, kalau dia mengatakan tidak benar maka itu jelas dipelintir," ujar Leo, ketika dihubungi, Jumat (10/10).
Ia pun menyangkan keteledoran yang dilakukan wartawan tersebut. Seharusnya, sambung dia, prinsip cek dan ricek dijalankan wartawan ataupun media yang menayangkan pemberitaan tersebut.
"Artinya sumber berita yang memberitakan itu keliru menangkap berita, mestinya harus mengecek kepada yang bersangkutan," kata dia.
Dia mengatakan, ketika hal tersebut menjadi persolan, tentunya harus dibawa ke dewan pers. Hal tersebut bertujuan agar mengetahui asal muasal berita yang didapat oleh media tersebut.
"Ya, artinya media bisa dibawa ke dewan pers. Disitu dilihat darimana dia dapat berita tersebut, karena itu sudah melanggar kode etik. Jadi si media itu harus di perifikasi, kebenaran itu logis apa enggak," kata dia.
Sejumlah pewarta mengaku telah mewawancarai Perdana Menteri Timo- Leste, Xanana Gusmao, ketika hadir dalam hari ulang tahun TNI. Mereka menulis Xanana menyebut Timur-Leste ingin kembali bergabung dengan pemerintah Indonesia,
Namun dari penelusuran, diketahui bahwa ada salah mengartikan bahasa yang dilakukan oleh salah seorang wartawan media online. Dari hasil rekaman, didapati bahwa yang mewawancarai Xanana pun wartawan televisi nasional.
Sementara pemerintah Timur Leste dan Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin juga meluruskan pemberitaan tersebut. Xanana tidak sepatah katapun menyebut ingin kembali ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Wakil Menteri Pertahanan, Letjen (pur) Sjafrie Sjamsoeddin, sudah menyatakan Xanana tidak pernah berucap negara yang dipimpinnya bergabung dengan Indonesia. Indonesia sepenuhnya mendukung kedaulatan Timor-Leste.