Selasa 07 Oct 2014 17:46 WIB

Kisah Ibunda: Kenangan Mayang Pulang Kampung Tahun Lalu (I)

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Foto kenangan, Mayang sebelum dioperasi transgender dan sesudah menjadi perempuan. (repro)
Foto: Mursalin Yasland/Republika
Foto kenangan, Mayang sebelum dioperasi transgender dan sesudah menjadi perempuan. (repro)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Duka mendalam di lubuk hati Nining Sukarni (45 tahun), setelah mendapat kabar dari teman main anaknya, Febri Andriansyah alias Mayang Prasetyo (27). Pada Ahad (5/10) malam, ibu kandung Mayang ini, merasa tak yakin dengan kematian anaknya yang tragis di Bresben, Australia, pada 2 Oktober 2014 lalu.

"Saya pertama dapat kabar dari temen Febri di kampung, saya seperti tidak percaya dengan kematiannya seperti itu," kata Nining Sukarni saat ditemui ROL, Selasa (7/10).

Suasana duka menyelimuti keluarga Mayang di rumah kontrakan berukuran tipe 36 ini. Nining tak bisa menyimpan rasa haru dengan sang 'putra' pertama tersebut. Kematian Mayang yang mengenaskan setelah dibunuh lalu dimutilasi, dan dikabarkan direbus, membuat perih wajah ibu Mayang.

Kenangan bersama tiga anaknya saat bersekolah dari SD hingga SMA di kota Bandar Lampung, sirna sudah. "Mayang sekolah dari SD sampai di SMA Bina Mulya, setelah itu merantau ke Bali," ujar Nining sambil membuka foto-foto kenangan semasa Febri masih remaja.

Perisitiwa pembunuhan disertai mutilasi terhadap WNI yang disebut bernama Mayang Prasetyo , beredar luas di media massa dalam dan luar negeri. Mayang dibunuh dan dimutilasi oleh pacarnya sendiri Markus Veter Volke, seorang juru masak(chef) kapal pesiar.

Mayang sendiri juga berprofesi sebagai chef di kapal pesiar tersebut. Setelah menjalin asmara di kapal pesiar, mereka pindah ke apartemen di Brisbane, Australia.

Di apartemen inilah, Mayang dimutilasi dan bagian tubuhnya direbus. Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) menyebutkan lelaki trangender wanita tersebut berasal dari Lampung, dan paspor keberangkatannya ke Australia dari Denpasar, Bali.

Nining yang tinggal bersama dua adik Mayang, Gebi Jendriawanpuri (sudah bekerja) dan Jenny Gustianfrarani (SMA kelas 1), hanya pasrah menunggu kabar dari pemerintah RI terkait jenazah anaknya di Australia. "Saya baru dikontak kementerian luar negeri saja," ujarnya.

Selama ini, Mayang menjadi tulung punggung keluarganya di kota Bandar Lampung, sejak ditinggal bapaknya yang bercerai beberapa tahun silam. Untuk membiayai sekolah kedua adiknya dan kebutuhan sehari-hari, Mayang tidak lupa mengirim uang ke ibunya di Lampung.

"Setiap dua bulan, Febri mengirim uang sekitar Rp 4-5 juta, untuk sekolah dan keperluan sehari-hari," tutur Nining. Untuk terakhir kalinya, keluarga Nining bertemu dengan Mayang pada lebaran haji tahun lalu.

"Febri pulang kampung setahun lalu, ketika lebaran haji," ujarnya. Saat itu, tidak terlihat ada masalah dalam kehidupan Mayang di Australia. Selama di Australia, Mayang juga selalu menelepon ibu dan adik-adiknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement