Rabu 01 Oct 2014 19:03 WIB

Tanpa Demokrat, Koalisi Merah Putih Kuasai DPRD Provinsi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Bayu Hermawan
Koalisi Merah Putih
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Koalisi Merah Putih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perolehan kursi partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di tingkat provinsi mengungguli kursi koalisi pendukung pasangan Presiden terpilih Joko Widodo - Jusuf Kalla. Koalisi Merah Putih menguasai kursi DPRD Provinsi bahkan tanpa dimasukkan kursi Partai Demokrat sekalipun.

Penelusuran Republika, dari 33 DPRD provinsi di seluruh Indonesia, koalisi pendukung Prabowo-Hatta saat pilpres itu didukung 1.017 kursi. Terdiri atas 159 kursi PKS, 322 kursi Partai Golkar, 236 kursi Gerindra, 158 kursi PAN, 130 kursi PPP, dan 12 kursi Partai Bulan Bintang (PBB).

Sementara pendukung Jokowi-JK di tingkat DPRD provinsi didukung oleh 766 kursi DPRD. Terdiri atas 130 kursi Partai Nasdem, 143 kursi PKB, 356 kursi PDIP, 113 kursi Hanura, dan 24 kursi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Fraksi Partai Golkar yang menyatakan diri bersikap netral sebagai penyeimbang memilki 262 kursi DPRD provinsi. Jika Partai Demokrat bergabung dengan koalisi Jokowi-JK, total kursi DPRD provinsi mereka masih kalah dibanding KMP.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito mengatakan, secara empiris gerakan politik nasional tidak segaris dengan politik lokal. Dinamika politik di pusat atau DPP partai menurutnya belum tentu sama dengan kondisi di daerah.

"Kalau secara empiris tidak inline antara pusat dan daerah. Karena memang koalisi DPP belum tentu nyambung ke bawah, koalisi bisa bergeser dan berubah," jelasnya.

Di provinsi dan kabupaten/kota, lanjut dia, ketokohan lebih berpengaruh ketimbang sentimen partai. Keterpilihan tidak hanya semata-mata karena parpol pendukung. Meski begitu, situasi pascapilpres menurutnya memang membuat dua kubu politik mengeras dan bersitegang. Berujung dengan disahkannya Pilkada di DPRD melalui UU Pilkada.

Kompetisi antara dua koalisi tersebut dinilai Arie merupakan cara pragmatis yang bisa saja mendelegitimasi peran DPRD. Sikap pragmatis itu juga akhirnya menutup akses rakyat dalam proses demokrasi melalui pemilihan kepala daerah menjadi tertutup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement