Rabu 01 Oct 2014 10:33 WIB

Kontras Anggap UU Pilkada Langgar Ham

Hasil voting RUU Pilkada.
Hasil voting RUU Pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang (Kontras) menilai keputusan pengesahan UU Pilkada telah mengabaikan aspirasi rakyat. Bahkan, melanggar hukum dan hak asasi manusia (ham).

"Siapa calon pemimpin daerah yang dipilih melalui keputusan DPRD maka jelas terjadi pelanggaran HAM, dan itu pelanggaran hukum bagi DPR atas putusan tersebut," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Rabu (1/10).

Ia menjelaskan, pasal 25 UUD 1945 menyebutkan, negara telah menjamin hak berpartisipasi warga negara dalam proses politik. Termasuk dalam memilih secara langsung menentukan siapa calon pemimpin yang dianggap pantas.

"Ini sama saja dengan mengebiri hak masyarakat secara langsung dalam memilih kepala daerah," jelasnya.

Keputusan DPR, menurut Yati, telah mengabaikan apa yang menjadi masukan masyarakat agar tidak dilakukan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung. Namun nyatanya tetap ditetapkan.

Apa yang dipikirkan anggota DPR itu, lanjutnya, bertentangan dengan kewenangannya dalam membuat keputusan.

Karena, kata dia, kewajiban anggota dewan adalah mendengar aspirasi rakyat. Serta menyaring aspirasi rakyat dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Hal itu sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 24 yang menyebutkan, DPR berwenang untuk melakukan legislasi produk hukum, menyusun anggaran serta pengawasan terhadap anggaran tersebut.

"DPR dan DPRD tidak punya kewenangan atau menghalangi orang menjadi kepala daerah," ujar Yati.

Dalam pasal 18 ayat 4, katanya, juga dijelaskan, gubernur, bupati dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis

"Bila menganut sistem negara kita jelas mengatur secara esensial. Artinya dipilih secara langsung oleh warga negara," jelasnya.

Karenanya, Kontras tetap akan melanjutkan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement