REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dinilai keluar dari prosedur pengajuannya.
“Agar tidak meninggalkan keadaan yang semakin membingungkan, sebaiknya Presiden menanyakan dulu ke Mahkamah Agung (MA). Karena bila ada masyarakat yang meminta Fatwa MA dan ternyata fatwa menyatakan tidak sah, padahal sudah diterbitkan Perppu, akhirnya jadi semakin membingungkan,” papar Inisiator Gerakan Rakyat untuk Pilkada Langsung (GERPALA) Jumhur Hidayat, Rabu (1/10).
Substansi fatwa MA, menurutnya, seputar keabsahan pengambilan keputusan di DPR soal RUU Pilkada. Hal itu didasari dari fakta bahwa yang menyetujui pengesahan itu hanya 226 anggota DPR. Atau kurang dari separuh anggota DPR yang hadir. Aturan ini termuat dalam Peraturan Tata Tertib DPR pasal 284 ayat 1 yang disahkan pada September 2014.
“Sebagai Presiden RI yang melihat kegelisahan rakyat, saya rasa wajar bila Presiden meminta kepada pimpinan MA agar fatwa MA itu dikeluarkan paling lama lima hari kerja,” imbuh Jumhur.
Bila sudah jelas, maka baru langkah berikutnya bisa dilakukan. Bila dinyatakan proses pengambilan keputusan RUU Pilkada sah, maka terbitkanlah Perpu. Tapi, bila tidak sah, berarti UU yang lama tetap berlaku.
“Untuk lebih menyempurnakan UU terkait pemerintahan daerah lainnya, silahkan saja bila Presiden mau membuat Perppu sejauh substansi Pilkada Langsung itu tidak diubah,” papar mantan Kepala BNP2TKI ini.