Selasa 30 Sep 2014 14:29 WIB

KDRT Belum Dianggap Tindak Pidana, Gugat Cerai Kian Meningkat

Rep: Antara/ Red: Indah Wulandari
Kekerasan dalam rumah tangga/KDRT (ilustrasi)
Foto: www.jkp3.apik-indonesia.net
Kekerasan dalam rumah tangga/KDRT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koordinator Nasional LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana mengungkapkan banyak pihak masih memandang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukan sebagai tindak pidana. Sehingga jalan gugat cerai banyak ditempuh kaum perempuan.

"Banyak pihak, termasuk perempuan korban KDRT, tidak memandang KDRT sebagai tindak pidana," kata Nursyahbani, Selasa (30/9).

Padahal, dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sudah menyatakan tindakan kekerasan terhadap istri atau perempuan merupakan tindak pidana kriminal.

"Hampir kebanyakan korban menempuh jalur perdata perceraian. Ini karena sosialisasi UU PKDRT masih kurang memadai," kata Nursyahbani.

Dia berharap kepada semua pihak sering melakukan sosialisasi materi dan filosofi UU PKDRT ini secara terus-menerus baik kepada masyarakat dan aparat penegak hukum.

LBH APIK mencatat sejak tahun 2011 angka gugat cerai berjumlah 9.206 kasus, 2012 menjadi 10.365 kasus dan 2013 kembali meningkat menjadi 11.375 kasus.

"Angka KDRT tiga tahun terakhir juga cenderung meningkat," kata Direktur LBH APIK Ratna Batara Munti.

Pada tahun 2011, dari 706 kasus yang ditangani LBH APIK Jakarta terdapat 417 adalah kasus KDRT. Medio tahun  2012, dari 654 yang ditangani terdapat 347 adalah kasus KDRT. Pada 2013, dari 504 yang ditangani, 372 kasus korban KDRT. Sementara data Komnas Perempuan mencatat dari 279.760 kasus yang masuk, ada 11.719 kasus KDRT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement