REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tindakan konsultasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dinilai mencederai prinsip independensi hakim yang diatur dalam Bangalore Principles of Judicial Conduct, acuan kode etik bagi hakim di seluruh dunia.
“Permintaan konsultasi oleh Presiden SBY itu dapat dinilai telah mengganggu independensi MK sebagai lembaga peradilan,” ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Rizky Argama, dalam rilisnya, Selasa (30/9).
Sebagai pemegang kekuasaan yudikatif, MK dinilainya, harus menjaga kemandirian serta harus bebas dari pengaruh cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Selain itu, konsultasi antara Presiden dan MK juga memiliki potensi konflik kepentingan.
Mengingat presiden dapat menjadi pihak dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara dan pemakzulan di MK. Terlebih lagi, dalam konteks UU Pilkada, undang-undang ini jelas dapat menjadi objek permohonan pengujian di MK.
“Dalam struktur ketatanegaraan, MK juga tidak memiliki peran sebagai penasihat Presiden untuk masalah apapun,” tegas Rizky.
Dalam hal kebutuhan pertimbangan atas suatu permasalahan dalam bidang hukum, Presiden memiliki ruang untuk meminta pertimbangan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Selain itu, Presiden juga dimungkinkan untuk mengonsultasikan permasalahan hukum dengan jajaran di bawahnya, yakni Dewan Pertimbangan Presiden ataupun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.