REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 5.000 pekerja Chevron dan mitra kerjanya mengirimkan surat terbuka kepada Mahkamah Agung dan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) serta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Surat terbuka itu dikirimkan sebagai bentuk dukungan bagi rekan-rekan mereka yang terjerat kasus proyek bioremediasi. Sebelumnya, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap tiga karyawan Chevron terkait kasus bioremediasi.
Surat terbuka itu disampaikan sebanyak 15 pekerja Chevron yang mewakili ribuan pekerja lainnya dari seluruh wilayah operasi di Sumatra, Kalimantan Timur dan Jakarta, Senin (29/9). Perwakilan pekerja itu mendatangi kantor Mahkamah Agung (MA), Istana Presiden dan Kantor Transisi Jokowi-JK.
Para pekerja dan mitra kerja Chevron ini pun menuntut Mahkamah Agung (MA) untuk jeli atas fakta kasus dan segera membebaskan rekan-rekan mereka dengan mengirimkan surat terbuka.
“Kami mewakili ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron, membawa surat terbuka untuk mengadukan nasib rekan-rekan kami. Kami datang dari seluruh wilayah Chevron di Riau, Jakarta dan Kalimantan,” ujar Julyus Wardiyan, wakil pekerja dari Sumatra.
Menurut dia, kasus yang menjerat rekan-rekan kami bukan kasus hukum apalagi korupsi. "Justru ini adalah tragedi hukum dan kemanusiaan yang bisa saja menimpa siapapun di negara tercinta ini maka kami ingin agar kasus hukum ini menjadi perhatian bersama. Karenanya surat ini terbuka bagi siapa saja yang peduli hak asasi manusia,” cetus Julyus.
Berikut surat terbuka ribuan pekerja Chevron yang menuntut keadilan untuk rekan-rekannya itu:
Kepada yang terhormat:
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Presiden Republik Indonesia
Presiden Terpilih Republik Indonesia
Bebaskan Rekan Kami
Kasus Proyek Bioremediasi PT. Chevron Pacific Indonesia
Kami, keluarga besar pekerja Chevron beserta mitra kerja, menyampaikan pernyataan terbuka mengenai ketidakadilan yang menimpa rekan-rekan kami pada proses hukum kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Kami meyakini bahwa tidak ada tindak pidana oleh rekan-rekan kami dalam kasus Proyek Bioremediasi PT CPI:
1. Rekan-rekan kami telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, taat peraturan serta tidak melanggar hukum.
2. Tidak ada keuntungan pribadi maupun tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
3. Tidak ada kerugian negara terkait proyek ini karena PT CPI menanggung seluruh biaya operasi proyek bioremediasi dan tidak ada penggantian dari pemerintah sampai saat ini.
Proyek bioremediasi termasuk salah satu bagian dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) antara Pemerintah Indonesia dengan PT Chevron Pacific Indonesia, dimana mekanisme penyelesaian perselisihan mengacu pada hukum acara perdata.
Kami mengenal rekan-rekan kami tersebut sebagai warga negara Indonesia yang baik di masyarakat dan memiliki integritas tinggi. Kami tidak dapat berdiam diri melihat ketidakadilan dan kesusahan yang mereka alami. Kami berharap keadilan segera ditegakkan sehingga kami juga dapat bekerja dengan tenang.
Kami meminta Bapak Ketua Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Bapak Presiden Terpilih dan Pihak Berwenang untuk membebaskan rekan-rekan kami yang tidak bersalah dari proses hukum yang saat ini sedang menjerat.
29 September 2014
Keluarga Besar pekerja Chevron dan Mitra Kerja
Menanggapi aksi solidaritas para pekerja Chevron itu, Corporate Communication Manager Chevron Indonesia, Dony Indrawan menyatakan perusahaan menghargai hak-hak para pekerja untuk menyampaikan pendapat dan keprihatinannya atas nasib yang menimpa rekan-rekan mereka sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.
“Kasus yang menimpa karyawan dan kontraktor CPI ini telah menarik perhatian banyak pihak di industri dan masyarakat serta menjadi keprihatinan yang mendalam bagi karyawan dan mitra kerja. Karyawan kami telah bekerja sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka dalam proyek yang sudah disetujui dan diawasi oleh pemerintah,” lanjut Dony.
“Kami percaya bahwa ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron adalah para profesional berintegritas yang tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Mereka pasti memiliki alasan yang kuat agar pihak berwenang berhati-hati dalam mengkaji fakta-fakta kasus ini dan mengambil putusan yang adil,” ungkap Dony.