Senin 29 Sep 2014 04:16 WIB

UU Pilkada Belum Berikan Kepastian Hukum

  Sejumlah aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/9).  (Republika/Wihdan)
Sejumlah aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/9). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Barat menilai Undang-Undang Pilkada belum memberikan kepastian hukum, walaupun keputusan itu konstitusional.

"Keputusan politik oleh DPR dengan mengembalikan pelaksanaan Pemilukada langsung menjadi pemilukada tidak langsung atau melalui DPRD, boleh jadi masih kontroversial karena aturan UU MD3 tidak mengaturnya pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Saat ini banyak pandangan bahwa ini adalah langkah mundur demokrasi di tingkat lokal," jelas Ketua KPU Sulbar, Usman Suhuria di Mamuju, Ahad (29/9).

Menurutnya walaupun pada akhirnya semua pihak harus menghargai putusan politik sebagaimana setelah disahkannya RUU Pilkada melalui DPRD, namun di sisi lain bertentangan aturan yang telah ada. Usman mengatakan UU Pilkada dan UU MD3 dua-duanya keputusan yang konstitusional karena diputuskan oleh lembaga yang konstitusional.

Namun begitu katanya, dengan keputusan tersebut tentu juga masih menyisakan pertanyaan, terutama terlihat terjadi gap UU Penyelenggara Pemilu dengan UU Pemilukada yang baru.

"Ini juga suatu masalah. UU Nomor 15 Tahun 2011 mengatur struktur penyelenggara pemilu mulai dari KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/kota, hingga tingkat bawah. Lalu sekarang ada UU Pilkada yang kemudian menafikan UU tersebut. Padahal kedua UU tersebut yang menetapkan adalah anggota DPR periode yang sama. ini overlap. Artinya, keputusan konstitusional tidak menjawab kepastian hukum pemilu," jelasnya.

Masalah lainnya demi menjaga pemaknaan anggota DPRD dalam menjalankan fungsi mewakili masyarakat untuk memilih kepala daerah nantinya, adalah harus ada mekanisme yang jelas, terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan bahwa pilihan wakil rakyat dan masyarakat yang diwakilinya adalah bersifat linear.

Kalau itu jelas kata dia, maka fungsi perwakilan itu menjadi relevan. Dan jika yang terjadi sebaliknya, oleh banyak pengamat yang mengkhawatirkan akan terjadinya kartel politik atau oligarki maka benar memang itu yang terjadi.

Dikembalikannya Pilkada menjadi hak para anggota DPRD untuk memilih kepala daerah, dimana azas pemilu yang semula bersifat partisipatif dan sekarang menjadi milik para elite ini tentu diperlukan penguatan para legislator dan ini juga menjadi suatu masalah.

"Meski begitu orientasi kita ke depan haruslah jadi cita cita kita bersama. Kita tetap harus bisa menaruh dan mengembangkan harapan bahwa suatu saat nanti parpol dan legislator benar dapat dipercaya masyarakat," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement