Ahad 28 Sep 2014 20:59 WIB

GFI: Penunjukkan Ari Bisa Picu Kontroversi

Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p
Foto: Republika/Wihdan
Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p

REPUBLIKA.CO.ID,

 GFI: Penunjukkan Ari Piimpin Antimafia Migas Picu Kontroversi

JAKARTA -- Global Future Institute (GFI) menilai, keputusan Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menunjuk Ari Soemarno menjadi Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Energi Antimafia Minyak dan Gas (Migas), memicu kontroversi.

Ferdiansyah Ali dan Tim Riset GFI, menuturkan, Rini Soemarno, adik kandung Ari Soemarno, mengumumkan status kakaknya tanpa canggung kepada publik. Ia seolah ingin menegaskan Tim Transisi telah memilih kakaknya lantaran diyakini cukup kompeten dalam menyelesaikan persoalan migas selama ini.

Ferdiansyah menilai kemunculan Ari akan mengundang kontroversi dari berbagai kalangan pelaku migas dan stakeholder energi pada umumnya. Sebab, mantan dirut PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan dirut Pertamina ini, pernah juga dipercaya sebagai Staf Khusus Direktur Hilir dan Direktur Utama Petral.

Menurut Ferdiansyah, dengan riwayat tersebut, maka strategi Ari untuk menangani berbagai masalah krusial migas dipertanyakan. Karena, kata Ferdiansyah, pastinya ada beberapa cerita lama terkait perannya di Petral pada masa lalu dan sangat menarik untuk diungkap.

Menurut kajian GFI, kenyataannya Indonesia saat ini mengimpor minyak sebesar 500 ribu barel per hari. Sehingga menurut Ferdiansyah suatu hal yang mengagetkan ketika Tim Transisi Jokowi-JK sempat melontarkan wacana 'Pembubaran Petral'. Namun sehari kemudian, buru-buru membantah. Bahkan Jokowi pun ikut menganulir pembubaran Petral tersebut.

"Melalui cara bagaimana kita mendapatkan pasokan minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak masyarakat Indonesia yang per harinya mencapai 1,5 juta barel per hari?" cetus Ferdiansyah.

Namun, kata Ferdiansyah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sempat menelurkan gagasan yang cukup menarik. Dahlan menggagas agar Pertamina membeli minyak langsung dari sumbernya, bukan dari pihak ketiga seperti Petral.

Ferdiansyah berpendapat, masalah krusial dari gagasan Dahlan itu tidak mungkin bisa terwujud dalam waktu singkat. Dahlan pun mengakuinya sendiri. Karena Pertamina perlu waktu untuk mencari posisi kilang atau sumber kilang dunia.

Artinya, masih kata Ferdiansyah, gagasan Tim Transisi membubarkan Petral tanpa ada konsepsi yang strategis untuk memenuhi pengadaan minyak untuk memenuhing peningkatan kebutuhan konsumsi minyak masyarakat Indonesia, gagasan pembubaran Petral justru akan mengundang berbagai kecurigaan dan sinisme, ketimbang solusi pemecahan jangka pendek dan menengah.

"Katakanlah dengan pembubaran Petral, kita masih tetap harus mengimpor minyak, lalu siapa yang dalam jangka pendek harus menggantikan peran yang selama ini dimainkan oleh Petral? ISC Jantung Mafia Migas di Pertamina," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement