REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan orang yang tergabung dalam 'Koalisi Rakyat Menggugat Undang Undang Pilkada' menggelar aksi dan pengumpulan fotocopy Kartu Tanda Penduduk di Bundaran Hotel Indonesia, Ahad (28/9).
Pengumpulan KTP tersebut dilakukan sebagai wujud penolakan atas pengesahan Undang Undang Pilkada di DPR yang akan memberlakukan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Bupati dan Wakil Bupati di tingkat DPRD.
"Undang undang ini mencabut hak partisipasi politik masyarakat. Kita tidak bisa diam saja karena ini menyangkut kepentingan semua orang," kata Korlap aksi Bhagavad Sambadha.
Menurutnya aksi pengumpulan KTP ini sebagai upaya menghimpun suara masyarakat guna diajukan sebagai uji materi terhadap UU Pilkada di Tingkat Mahkamah Konstitusi karena dinilai merugikan suara rakyat.
"Aksi ini dilakukan sebagai puncak kekecewaan masyarakat atas pemberlakukan UU tersebut. Kami menilai pemerintah gagal mempertahankan demokrasi," ucapnya.
Bhaga menegaskan aksi ini akan terus berlanjut serta diperluas ke seluruh Indonesia. Rencananya, KTP yang dikumpulkan akan diteruskan ke Lembaga Swadaya Masyarakat Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar ditindaklanjuti sampai di tingkat MK.
"Kami sudah koordinasi dengan KontraS, mereka yang bikin draf gugatannya dan kami terus mengumpulkan dukungan KTP," katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan aksi pengumpulan KTP tersebut adalah wujud kepedulian masyarakat dalam demokrasi.
Selain itu, kata Refly, dukungan masyarakat melalui pengumpulan KTP juga bisa digunakan sebagai pemohon di MK.
"Ini artinya membantah omongan bahwa keinginan pilkada langsung hanya ada di kalangan elit, ini juga jelas kepentingan masyarakat. Dan KTP ini juga bisa digunakan untuk memajukan sebagai pemohon di MK," kata Refly.