REPUBLIKA.CO.ID, Guru Besar Bidang Tata Negara Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan, Lauddin Marsuni mengatakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) tidak langsung itu bertentang dengan UUD 45 yang menganut paham pemilihan langsung.
"Berdasarkan argumentasi konstitusional melalui pendekatan ilmu hukum dengan menggunakan penafsiran sistematis, terlihat UUD 45 menganut paham pemilihan langsung oleh rakyat," kata Lauddin saat dihubungi Antara dari Jakarta, Ahad.
Menurut dia, UUD 45 dalam penafsirannya terlihat Pilkada dilakukan secara langsung untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan langsung anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan langsung kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) serta pemilihan langsung kepala desa.
Sehingga, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagaimana diatur dalam UU Pilkada yang baru saja disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, merupakan suatu yang inkonstitusional atau bertentangan dengan alinea IV Pembukaan UUD 45, Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (4) UUD 45.
"Secara teoritis kedaulatan rakyat bermakna kekuasaan yang dimiliki oleh individu warga negara RI dalam hal penentuan pemerintahan negara dan bersifat tunggal, absolut, tertinggi, tidak terbagi-bagi dan tidak diwakilkan," ucapnya.
Ia mengemukakan, kata demokratis sebagaimana tercantum pada Pasal 18 Ayat (4) UUD 45 secara sistematis dan gramatikal adalah merupakan turunan dan penjabaran dari kata kedaulatan rakyat, yakni suatu bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat.
Dengan adanya UU Pilkada yang baru saja disahkan oleh DPR RI yang di dalamnya terdapat pemilihan tidak langsung kepala daerah, itu sama dengan menghilangkan dan mencabut hak konstitusional dirinya sebagai warga negara.
"Saya kehilangan hak saya dalam Pilkada untuk dipilih menjadi kepala daerah maupun hak untuk memilih karena kedua hak tersebut telah dirampas oleh DPR RI dan diserahkan ke DPRD," tukasnya.
Untuk itu, apabila nantinya UU tersebut telah sah dan ditandatangani oleh Presiden RI serta dimasukan ke lembaran negara kemudian diundangkan maka dirinya akan mengajukan "judicial review" (hak uji materi) ke Mahkamah Konstitusi.