REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 29 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil terkait UU Pilkada yakin Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan permohonan uji materi mereka.
"Kita akan melakukan yang terbaik. Kita mencoba membangun argumentasi hukum berbasis konstitusi. Lagi-lagi kita tidak mau masuk ke ranah politik, karena kita bukan politisi, pengamat politik, analis politik. Tapi, kita akan berpegangan pada konstitusi," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Sabtu (27/9).
Titi yakin karena tafsiran MK dalam sejumlah putusan terkait kata 'demokratis' yang dimaknai sebagai pemilihan langsung. Dalam pengambilan putusan, lembaga pengawal konstitusi itu pun senantiasa menpertimbangkan kondisi yang berkembang di masyarakat, tidak terkecuali budaya.
"Bahwa daerah khusus seperti Aceh, Jakarta, Yogyakarta, boleh pemilihan langsung. Karena itu, tidak ada situasi antara di Aceh, Jakarta, Yogyakarta, yang membedakan dengan daerah-daerah lain. Sekarang apa bedanya Aceh langsung Banten tidak? Apa bedanya Jakarta dengan Banten? Apa bedanya Yogyakarta yang kabupaten/kotanya dipilih oleh rakyat dengan daerah di Kalimantan? Kan tidak ada," kata Titi.
Titi juga mengutip sejumlah putusan MK yang mengatakan pemilihan langsung lebih kuat dibanding lewat DPRD. MK pun diyakini tidak akan menyatakan calon kepala daerah perseorangan (independen) konstitusional jika yang dimaksud adalah pemilihan melalui DPRD.
"Wong dukungannya dari publik. Locus atau lokasi dukungan ada di masyarakat, lalu kompetisinya di DPRD. Tidak mungkin rasionalitas konstitusinya di sana. Mestinya dukungan untuk berkompetisi dari rakyat tingkat atau lapangan kompetisi juga ada pada rakyat," kata Titi.
Titi pun mengapresiasi rencana sejumlah pihak yang berencana mengambil langkah serupa atas beleid yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat (26/9) dini hari tersebut.
Ridwan Kamil sebagai salah satu anggota Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pun telah mengutarakan niat untuk melakukan uji materi. "Semakin banyak yang menggugat, semakin menunjukkan ada persoalan terkait undang-undang ini. Semakin banyak yang ke MK semakin bagus," kata Titi.