Jumat 26 Sep 2014 19:39 WIB

Pilkada Oleh DPRD, Agenda Reformasi Dibajak Para Wakil Rakyat

Rep: c73/ Red: Erdy Nasrul
Kerumunan anggota DPR mencoba menghampiri pimpinan sidang saat sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/9). ( Republika/ Tahta Aidilla )
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kerumunan anggota DPR mencoba menghampiri pimpinan sidang saat sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/9). ( Republika/ Tahta Aidilla )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI, Sidarto Danusubroto, mengatakan menyesalkan perjalanan demokratisasi yang menurutnya mengalami kemunduran akibat pertarungan para elit rakyat di DPR. Padahal tuturnya, demokrasi di Indonesia sudah mendapat apresiasi dunia.

"Voting terhadap RUU Pilkada semalam membuka mata kita dan dunia, bagaimana agenda reformasi rakyat dibajak justru oleh para wakil rakyat," tutur Ketua MPR menggantikan Alm. Taufik Kiemas ini, dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (26/9).

Ia mengatakan, Pilkada langsung telah memunculkan tokoh-tokoh yang menang tanpa politik uang seperti Walikota Surabaya Rismawati, Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama atau Ahok, Presiden terpilih Joko Widodo, dan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Pilkada melalui DPRD menurutnya, mengancam kelanjutan terpilihnya pemimpin seperti demikian.

Ia menambahkan, Pilkada lewat DPRD bukan saja merampas hak politik, namun juga hak ekonomi rakyat. Karena keputusan rakyat memilih, tentu didasarkan pada harapan akan perbaikan kesejahteraan.

Sidarto mengatakan, melihat adanya kecenderungan polarisasi di DPR yang menjadi ajang pertarungan kekuasaan antar kelompok. Karena itu menurutnya, kepentingan atau polarisasi kekuasaan di DPR yang menyebabkan demokratisasi terganggu harus diakhiri. Saatnya, ujar dia, DPR menjalankan agenda pendalaman demokrasi (deepening democracy) untuk kesejahteraan dan keadilan rakyat.

"Saatnya beralih dari isu demokrasi prosedural ke demokrasi substansial," lanjutnya.

Para elit di DPR seharusnya menciptakan kesepakatan baru mewujudkan kemakmuran ekonomi bagi rakyat dalam koridor sistem Presidensil. Karena menurutnya, sangat disayangkan jika Indonesia kalah memanfaatkan peluang memenangkan kompetisi ekonomi regional dan global, akibat kegagalan DPR menciptakan pemerintahan presidensiil yang kuat (strong state). Pertumbuhan dan perbaikan kesejahteraan itu, ujar dia, hanya bisa dijamin dalam kestabilan politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement