Jumat 26 Sep 2014 19:32 WIB

Mertua dan Menantu Ini Saling Gugat Berebut Tanah (bagian 1)

Rep: c81/ Red: Joko Sadewo
Palu Hakim (Ilustrasi)
Palu Hakim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa bulan terakhir, Fatimah, wanita berumur 90 tahun ini tak bisa tidur. Nafsu makannya juga berkurang setelah dirinya didugat oleh menantunya ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Gugatan tersebut terkait masalah sengketa tanah antara Fatimah dan Nurhakim.

Janda delapan anak tersebut digugat Nurhakim, menantu yang menikahi Nurhana anak keempat Fatimah. Fatimah digugat untuk meninggalkan tanah yang ditempatinya dengan ketiga anaknya, atau membayarkan uang sekitar Rp 800 jutaan untuk mengganti tanah seluas 397 m2 tersebut.

“Saya hanya meminta ganti rugi uang seharga luas tanah yang mereka tempati. Dan nilai tanah itu, satu meternya seharga Rp 2 juta,” kata Nurhakim, karena ia rasa hingga saat ini tanah tersebut masih milik dirinya. “Tapi mereka mengaku-ngaku kalau tanah ini sudah dibayar, padahal sejak 1987 tanah belum dibayar sepeserpun,” katanya.

Awalnya, Nurhakim tidak ingin membawa sengketa tanah ini ke ranah hukum. Baginya, jika semuanya bersepakat untuk diselesaikan secara kekeluargaan, tidak ada masalah lagi. “Tapi mereka bersikeras mengaku kalau tanah ini sudah dibayar. Padahal tidak ada buktinya,” jelasnya.

Bahkan, Nurhakim mengatakan, jika saja sejak dulu ibu mertuanya tersebut mengaku kalau belum membayar tanah tersebut. Ia tetap akan mempersilahkan sang mertua beserta iparnya menempati tanah itu sampai kapanpun.

Nurhakim mengatakan, masalah ini berawal saat bapak mertuanya Abdurahman, menjual seluruh tanahnya yang seluas 3600 m2 pada 1987. Sejak saat itu keluarga Abdurahman dan Fatimah tak punya tanah, dan meminta Nurhakim sebagai menantunya untuk menjual tanah miliknya ke sang mertua.

“Saya saat itu hendak ke Palangkaraya, karena dipanggil untuk menjadi kepala lapas di sana. Waktu itu saya berharap bapak membayar uang tanah tersebut untuk modal saya berangkat. Tapi sampai saya berangkat uang itu tidak dibayarkan,” katanya.

Pada malam sebelum Nurhakim berangkat, Ayah mertuanya mendatangi rumahnya dengan Nurhana untuk meminta sertifikat. Sudah dianggap sebagai orang tua, Nurhakim langsung menyerahkannya. “Istri saya yang mengambil di laci. Dan di situ hanya kita bertiga, dan tak ada pembayaran apapun,” ungkapnya.

Saat Hakim dan Istrinya tinggal di Palangkaraya. Hakim mengatakan bahwa saat itulah keluarga Fatimah mengurus pajak pertanahan yang saat ini dijadikan bukti dipersidangan. “Padahal tidak ada komunikasi sama sekali dengan saya,” katanya.

Padahal hingga saat ini, lanjut Hakim, tidak ada niat baik dari keluarga Ibu Fatimah dan Iparnya untuk menyelesaikan ini. “Bahkan mereka mengklaim terus bahwa tanah ini sudah dibayar. Itu yang seolah memojokan keluarga kita,” kata lelaki yang sudah berumur 72 tahun itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement