REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan umum kepala derah (pilkada) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai akan lebih berbahaya ketimbang pilkada lewat mekanisme pilihan rakyat. Ungkapan tersebut dikatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan, dalam pandangan penegakan antikorupsi, proses pilkada langsung maupun tak langsung sama-sama berpeluang melakukan praktik korupsi ataupun politik uang, dan kolutif. Namun yang berbeda, dikatakan dia, adalah para pemainnya belaka.
"Dalam pemilu langsung, pelakunya adalah pemilih. Di dalam pemilihan tak langsung maka jenis korupsi yang akan dilakuk-an oleh anggota parlemen akan sangat sistematis," kata dia, Kamis (25/9). Bambang menjelaskan, jenis prilaku korupsi pertama lebih kepada urusan perut dan sesaat.
Tapi, berbeda dengan yang kedua. Kata dia, jika pilkada dila-kukan lewat DPRD, menjadi niscaya prilaku korupsi tersebut akan didasari pada sistem. Akibatnya, kata dia, korupsinya bisa menjadi struktural. "Karena korupsi jenis ini, nilai korupsi akan sangat besar."
Menurutnya, potensi korupsi sistematis itu bisa terjadi dalam sepanjang pemerintahan kepala daerah, lewat penganggaran APBD, bahkan APBN. Hal tersebut dikatakan Bambang, akan semakin merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan juga perwakilan.