REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan penggunaan pendekatan baru dalam penyelesaian konflik global dengan tidak memandang penyelesaian konflik sebagai sebuah perlombaan dimana ada yang menang dan ada yang kalah.
"Kita harus mendorong batas-batas nasional menjadi 'new globalism' dimana kita bisa memberikan solusi atas permasalahan nasional, regional dan global pada saat yang sama. Globalisme baru memiliki pandangan bahwa tidak ada negara yang ditinggalkan atau tidak ada satu negara pun yang mendominasi," kata Presiden saat menyampaikan pidatonya di depan sidang umum PBB, Rabu (24/9) pukul 14.00 waktu setempat atau Kamis (25/9) pukul 02.00 WIB.
Presiden mengatakan di dalam pandangan itu, antara kewajiban dan hak berjalan dengan beriringan sehingga peperangan tidak lagi terpikirkan.
"Sekarang waktunya untuk kita semua lebih serius membangun sebuah dunia baru yang berdasarkan kedamaian, kesejahteraan dan keadilan. Sebuah usaha yang menempatkan semua pihak menjadi pemenang," kata Presiden.
Dipaparkan kepala negara,"hal itu bisa kita lakukan dengan menciptakan upaya inklusive "The New Me". Konsep itu tidak meninggalkan siapapun menjadi pihak yang kalah."
Presiden mengatakan semua pihak harus bersama-sama ikut serta secara aktif dalam inisiatif ini. Inisiatif yang tidak memandang sebelah mata siapapun aktor yang ada dan menghormatinya dalam posisi yang sama.
"Saya percaya kemanusiaan dapat menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, mengentaskan kemiskinan, perjuangan melawan ketidakadilan, mendorong pemulihan ekonomi , menciptakan kerukanan antar umat beragama," tegasnya.
Pada bagian lain pidatonya Presiden juga menyinggung tentang bagaimana kerja sama dan saling memahami bisa membuat Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang stabil padahal dalam beberapa dekade lalu sejumlah negara di kawasan itu terlibat peperangan seperti Vietnam, Kamboja dan beberapa negara lainnya.
Dengan kemauan yang keras, kata Presiden, sesuatu hal yang dingin dicapai tentu dapat dicapai.
"Saat mengatakan ini saya bukanlah seorang utopis atau tidak mengetahui sisi politik internasional. Namun saya percaya dengan komitmen yang kuat dan kemauan politik kita dapat membuatnya terwujud.
"Seperti yang saya katakan dalam bahasa Indonesia, dimana ada kemauan disitu ada jalan atau 'where there is a will, there is a way," kata Presiden.
Dalam acara yang berlangsung di General Assembly Markas Besar PBB itu, Presiden juga menyampaikan salam perpisahan dan mengatakan pidatonya kali ini merupakan pidato terakhir dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI dan akan menyelesaikan tugasnya pada Oktober mendatang.