REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan International Center for Tropical Agriculture (CIAT) mendatangkan 2.000 tawon parasitoid dari Thailand untuk mengendalikan hama baru pada tanaman singkong.
"Upaya mendatangkan tawon parasitoid ini adalah untuk mengendalikan hama kutu putih yang menyerang tanaman singkong di Indonesia khususnya di Bogor," kata Guru Besar Ilmu Hama Tanaman IPB Prof Aunu Rauf, di sela-sela seminar "Kutu Putih Singkong vs Parasitoid : Pengelolaan hama Asing Berbasis Ekologi di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/9).
Aunu menjelaskan, upaya mendatangkan tawon parasitoid dengan nama latin Anagyus lopezi dilakukan setelah Indonesia diinvasi oleh hama pendatang yakni Kutu Putih (Phenacoccus manihoti) yang menyerang tanaman singkong.
Berdasarkan literatur, hama tersebut berasal dari Amerika Latin tepanya Brasil. Lalu menyebar ke luar daerah asalnya untuk pertama kali ditemukan di Kongo, Afrika pada tahun 1973. Hama tersebut meluas hingga ke sejumlah daerah di Afrika, menyebabkan penurunan panen singkong hingga 80 persen sehingga terjadi kelaparan.
Lalu pada tahun 2008 hama tersebut ditemukan menyebar di Asia. Negara pertama yang terserang hama kutu putih adalah Thailand. Di negeri tersebut hama menyerang 200.000 hektar singkong hingga menyebabkan kehilangan hasil sekitar 30 sampai 50 persen.
"Di Indonesia hama ini pertama kali ditemukan menyerang pertanaman singkong di Bogor pada pertengahan 2010. Sampai saat ini Kutu Putih sudah menyebar di seluruh wilayah di Jawa dan Lampung serta sentra-sentra singkong di Indonesia," kata Prof Aunu.
Menurut Aunu, hama kutu putih memiliki ciri tidak memiliki sayap untuk terbang dan bermigrasi. Perpindahan hama tersebut hingga terjadi antara benua diperkirakan karena terbawa oleh bahan makanan.
Selain dari bahan makan, kutu putih juga bisa hinggap melalui pakaian, maupun tubuh hewan lainnya. Kutu ini memiliki ukuran 3 mm, berbentuk oval, berwarna merah jambu yang tubuhnya ditutupi tepung lilin putih.
Kutu hidup bergerombol dan merusak tanaman dengan cara mengisap cairan pada tanaman singkong. Serangan berat menyebabkan pucuk kerdil dan keriput dan pertumbuhan tanaman terhambat, dan ukuran singkong yang dihasilkan menjadi kecil.
"Serangan berat hama terjadi pada musim kemarau, karena Bogor masih ada hujan jadi tidak terlalu berat. Tetapi untuk daerah Timur Indonesia yang lebih kering, ancamanya sangat besar, seperti di NTT, Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata Aunu.
Aunu mengatakan, kehadiran hama kutu putih dapat menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan usaha tani singkong di Indonesia, mengingat sebagai negara penghasil singkong terbesar di dunia, bersama Brasil, Nigeria dan Thailand.
Berdasarkan data dari BPS, luas pertanaman singkong di Indonesia pada tahun 2013 sekitar 1,1 juta hektar, dengan total produksi 24 juta ton. Bila hama tersebut tidak dikendalikan, potensi kerugian negara akibat serangan hama tersebut dapat mencapai Rp900 miliar setiap tahunnya.