REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 275 bahasa daerah Papua terancam punah, kata Staf pengajar Universitas Papua Manokwari, Papua Barat, dari Pusat Penelitian Bahasa dan Budaya Hugo Warami.
"Ada beberapa penyebab bahasa daerah terancam punah salah satunya karena orang Papua tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya," katanya saat seminar internasional bertema penggunaan bahasa daerah/ibu untuk meningkatkan kompetensi siswa SD di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan banyaknya ragam bahasa di Papua membuat orang Papua membutuhkan bahasa pemersatu.
Namun dalam perjalanannya bahasa pemersatu itu yakni Bahasa Indonesia lebih sering digunakan dibanding bahasa daerah.
"Terutama di wilayah kota kita tidak lagi temui anak muda yang menggunakan bahasa daerah," katanya.
Selain itu masuknya agama baru ke Papua turut mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Seperti murid-murid di sekolah asrama dan pesantren yang diwajibkan menggnakan Bahasa Indonesia.
Hugo mengatakan sebagian besar generasi muda berusia 30 tahun ke bawah tidak lagi menguasai bahasa daerah mereka.
Kepala Seksi Pembinaan Kesenian Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jeremias Koridama mengatakan untuk menghambat kepunahan bahasa daerah pihaknya telah menerbitkan kamus berbahasa daerah.
"Saat ini kami telah menyelesaikan lima kamus bahasa daerah yaitu; Dani (Hubula)-Indonesia, Marid-Indonesia, Biak-Indonesia, Waropen-Indonesia, Sentani-indonesia," katanya.
Ia menjelaskan dalam proses mengerjaan beberapa kamus tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama dari enam bulan sampai bahkan satu tahun pengerjannya.
"Kelima kamus yang saat ini telah selesai dibuat, namun dalam proses pengerjaan kami menemukan beberapa kendala seperti orang Papua yang benar mengerti bahasa daerah," katanya.