REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, sikap Partai Demokrat justru mempertontonkan inkonsistensi dalam mendukung pilkada langsung.
Jika ada syarat yang diajukan tidak terpenuhi, menurutnya, Demokrat diminta tidak lantas mengalihkan dukungan dari pilkada langsung.
"Karena pemilihan di DPRD juga tidak menjawab tidak terpenuhinya syarat yang mereka ajukan," ungkap Titi, Selasa (23/9).
Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengatakan, setidaknya ada tiga poin yang mereka nilai belum diakomodasi dalam RUU Pilkada.
Pertama, permintaan Demokrat agar panitia uji publik bisa melahirkan keputusan final setelah melakukan penilaian terhadap calon kepala daerah. Panitia uji publik tidak hanya sekedar melakukan penilaian, tetapi bisa memutuskan calon tertentu layak lolos sebagai calon kepala daerah atau tidak.
Syarat kedua yang dinilai belum diakomodasi, lanjut Umam, menyangkut konflik akibat pilkada langsung. Hal tersebut sesuai aspirasi yang disampaikan organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah.
"Kami ingin memastikan, kalau pilkada rusuh siapa yang bertanggungjawab. Kami minta, calon kepala daerah yang bertanggungjawab, dia didiskualifikasi," kata dia.
Syarat ketiga yang dinilai Demokrat belum dipenuhi, menyangkut efisiensi anggaran. Pilkada serentak yang ditawarkan kemendagri dianggap tidak mampu menekan anggaran.
"Kami mau ada pembatasan yang fix. Kalau langsung hanya boleh dikeluarkan sekian rupiah, kalau DPRD juga ada patokannya. Kita masih memperjuangkan untuk jadi opsi ketiga," ungkap Umam.