REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti pada Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded), Arif Susanto, mengingatkan Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) untuk lebih menguatkan negara ketimbang menguatkan pemerintahan. Caranya, Jokowi diimbau memilah antara isu partisan dan nonpartisan.
Menurut Arif, pada pemerintahan SBY terjadi kesalahan. Sebab, SBY hanya jago mengakomodasi lebih banyak untuk kepentingan kekuasaan ketimbang kepentingan negara.
"Kalau jokowi mau negara kuat, harus seperti yang dijanjikan yakni menghadirkan pemerintahan yang bekerja untuk rakyat," kata Arif dalam diskusi di RM Dapur Selera, Tebet, Jakarta Timur, Ahad (21/9).
Menurutnya, Jokowi tidak boleh mengulang kesalahan SBY yang hanya pintar melakukan akomodasi. Prestasi pemerintahan SBY, kata Arif, yakni satu-satunya pemerintahan yang melewati lima tahun masa jabatan pascareformasi. "Kalau SBY, pemerintahan kuat tapi negara lemah," ujarnya.
Dalam melakukan akomodasi, Jokowi harus memperhatikan isu partisan dan nonpartisan. Misalnya isu subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi isu partisan atau nonpartisan. Menurutnya, untuk memperkuat negara, Jokowi harus menjadi master negosiasi dalam segala bidang. Termasuk dalam memberantas mafia-mafia yang selama ini menghilangkan peluang pendapatan negara.
Arif menilai, tumbuhnya mafia disebabkan sentralisasi kekuasaan, adanya rule by law bukan rule of law, dan adanya ketergantungan aktor korporasi.