REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta menerapkan tempat pemakaman umum (TPU) tumpang tindih karena lahan perkuburan umum di daerah itu semakin terbatas.
"Sistem kuburan tumpang tindih ini hanya diberlakukan untuk menguburkan pasangan suami istri atau jenazah yang memiliki hubungan darah dengan orang yang telah dikuburkan sebelumnya," kata Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Hendar Sunandar di Jakarta, Jumat (19/9).
Ia mengatakan sistem kuburan tumpang tindih ini karena lahan kuburan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah masyarakat meninggal di Jakarta yang tinggi. "Saat ini, seluruh TPU sudah penuh, sehingga diperlukan terobosan atau jalan keluar yang baik hingga ada pembangunan TPU baru," ujarnya.
Menurut dia, ketersediaan lahan pemakaman tidak seimbang dengan jumlah rata-rata per hari orang meninggal di Jakarta Timur yang mencapai ratusan orang. "Satu orang yang meninggal membutuhkan lahan pemakaman 1,5 meter kali 2,5 meter, berarti jumlah lahan untuk satu orang sekitar 5,5 meter," katanya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya akan terus melakukan penambahan TPU baru agar ketersediaan makam untuk masyarakat mencukupi dan tidak menggunakan sistem tumpang tindih lagi. Selain itu, melakukan pengawasan agar sistem tumpang tindih ini tidak menyalahi ajaran agama, misalnya penguburan jenazah dalam satu kuburan tidak memiliki hubungan darah.
"Ya, sebagian masyarakat ada yang tidak setuju dengan sistem kuburan tumpang tindih ini, namun mau gimana lagi, kondisi wilayah semakin padat penduduk dan ketersediaan lahan TPU yang terbatas," ujarnya.