Kamis 18 Sep 2014 16:48 WIB

Kabinet Jokowi Dinilai Akomodasikan Kepentingan Asing

Jokowi (Joko Widodo) di Balai Kota, Jakarta, Rabu (3/9). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Jokowi (Joko Widodo) di Balai Kota, Jakarta, Rabu (3/9). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Global Future Insititute (GFI) menilai, porsi kabinet presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) mendatang, menunjukkan masih mengakomodir kepentingan bisnis jejaring korporasi asing. Jokowi memilih 18 profesional dan 16 profesional dari partai politik dalam kabinetnya mendatang.

Menurut peneliti GFI Agus Setiawan, porsi yang diberikan Jokowi justru semakin memperkuat sinyalemen yang berkembang, yakni mengakomodasikan berbagai kelompok kepentingan bisnis dengan beberapa korporasi asing. "Seperti British Petroleum, Shell, Husky, Conoco Philips, ExxonMobil, maupun China National Offshore Oil Corporation (CNOOC)," kata Agus Setiawan, di Jakarta, Kamis (18/9).

Agus menuturkan, GFI menganalisa, salah satu kandidat yang mempunyai kedekatan dengan korporasi asing tersebut adalah Darwin Silalahi. Ia disebut-sebut calon kuat menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Atau jika gagal di ESDM, kursi panas Direktur Utama Pertamina akan dipastikan untuk diplot bagi Darwin," ujar Agus.

Menurut Agus, Darwin mempunyai beberapa catatan yang menunjukkan reputasinya sebagai bagian integral dari kepentingan strategis sejumlah korporasi minyak asal Belanda, Britania Raya, bahkan kongsi konsultan Amerika Serikat, seperti Royal Dutch Shell, British Petroleum, dan Booz Allen Hamilton.

Fakta pertama, kata dia, pada 1998-2000, Darwin menjabat Deputi Energi, Transportasi, dan Telekomunikasi Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negera (BUMN) dan menterinya dijabat Tanri Abeng.

Fakta kedua yang tak kalah pentingnya yakni saja jabatannya sebagai sebagai bagian integral Booz Allen Hamilton, konsultan strategis asal Amerika Serikat. "Fakta ketiga yang terpenting adalah, jabatannya yang dia pegang hingga kini, sebagai Presiden Direktur PT Shell Indonesia," imbuh peneliti GFI lainnya, Ferdiansyah Ali.

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim Riset GFI, Darwin Silalahi merupakan calon menteri ESDM. Namun jika skenario ini gagal, maka Darwin langsung diplot untuk duduk sebagai direktur utama Pertamina yang dijagokan oleh Letjen (Purn) Luhut Panjaitan, Tanri Abeng hingga jaringan Halim Kalla.

"Tidak bisa dipungkiri, jaringan ini sudah terbukti moncer ketika Shell dengan nahkoda Darwin Silalahi ini, menyapu bersih project pengadaan BBM solar untuk dua PLTGU milik PLN pada April 2008, senilai Rp 18,4 triliun, menggantikan Pertamina sebagai pemasok utama BBM kepada PLN," ungkap Ferdiansyah.

Posisi Darwin Silalahi adalah CEO PT Shell Indonesia sejak 2007 hingga sekarang, sejatinya bukan merupakan 'success story' pribadinya, melainkan puncak kisah sukses korporasi minyak dan Multi National Corporate (MNC) yang berada dalam jaringan the 'Seven Sister' sebagai upaya mengkader agen-agen lokalnya di Indonesia secara sistematis dan terencana.

"Lantas bagaimana sikap presiden terpilih Jokowi dalam hal ini? Berdasar sumber terpercaya kami, dalam pekan ini Darwin Silalahi akan menghadap langsung presiden terpilih Jokowi, kita tunggu bersama," kata Ferdiansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement