Kamis 18 Sep 2014 12:16 WIB

RUU Pemda Fasilitasi Pemakzulan Kepala Daerah

Rep: c73/ Red: Mansyur Faqih
Djohermansyah Djohan
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Djohermansyah Djohan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Johan mengatakan, kepala daerah dapat dimakzulan jika membuat kebijakan yang menimbulkan krisis kepercayaan publik. 

"Dalam RUU Pemda tetap ada pemakzulan, tapi prosedur diperberat. Kalau kepala daerah mengundurkan diri, tidak perlu mengajukan diri ke sidang paripurna," tutur Johan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/9).

Ia menambahkan, krisis kepercayaan publik itu jika terdapat pelanggaran moralitas dan atau tindak pidana korupsi namun belum diproses. Sementara masyarakat sudah heboh. 

Atau, katanya, jika kepala daerah membuat kebijakan yang mendapat penolakan masyarakat namun tetap dipaksakan dan menimbukan kericuhan besar. 

Dalam RUU Pemda, perubahan dari UU Nomor 22/1999 menjadi UU Nomor 32/2004 antara lain sanksi bagi kepala daerah, berupa pemakzulan. 

Dalam hal ini, tuturnya, kepala daerah bisa dimakzulkan dengan cara DPRD menggunakan pintu krisis kepercayaan publik. Syaratnya, krisis tersebut bersifat meluas dan menyeluruh. 

Misalnya, satu daerah sudah tidak percaya kepada kepala daerahnya. Namun, proses pemakzulan tidak mudah. 

Sebab, keputusan tersebut harus mendapat persetujuan DPRD dan melalui pintu Mahkamah Agung. Kemudian divoting kembali di DPRD. 

Ia mencontohkan, kasus serupa seperti yang terjadi pada Bupati Karo. Juli lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. 

Itu merupakan tindak lanjut usulan pemberhentian atau pemakzulan oleh DPRD Karo berdasarkan hasil sidang paripurna DPRD Maret lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement