REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan hidup (Walhi) mengatakan pemerintah harus fokus menyelesaikan banyak persoalan mendasar di sektor perikanan dan kelautan. Karena hal tersebut menyangkut "ruang kelola" dan "ruang hidup" nelayan dan penduduk wilayah pesisir di Indonesia.
Manajer Kampanye Walhi Nasional, Edo Rakhman dalam siaran persnya menjelaskan, pernyataan dari kementrian kelautan dan perikanan mengenai kerugian negara akibat ilegal fishing. Kerugian tersebut mencapai angka 101 triliun rupiah dengan volume ikan yang dicuri dari perairan Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun.
Kapal-kapal ikan dari Vietnam, Malaysia, Thailand dan Filipina serta Taiwan, Hong Kong dan Cina sering tertangkap basah mencuri ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Bahkan kapal-kapal berbendera asing tersebut acap masuk lebih dalam dan menjamah perairan teritorial dan kepulauan kita.
Menurut Edo, praktek-praktek ilegal fishing ini masih merajalela. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan penegakan hukum yang maksimal dari pemerintah Indonesia.
Dengan berbagai kondisi perikanan dan nelayan yang disebutkan diatas. Edo mengatakan Indonesia seharusnya tidak terlalu terburu-buru untuk berkomitmen soal pasar bebas asean 2015.
Bagaimana bisa bersaing di level Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) jika tingkat kesejahtraan nelayan masih seperti sekarang ini. Dari sisi pangan saja masih terbilang sulit untuk bisa mapan apalagi berdaulat.
Edo menerangkan, 9 dari 11 wilayah pengolahan perikanan terindikasi overfishing. Sebanyak 7,78 juta jiwa penduduk daerah pesisir yang teridentifikasi di 10.640 desa berada dalam kondisi miskin.
Menjadi sebuah pertanyaan mengenai kesiapan kita menyambut pasar bebas Asean. " yang ada malah kita akan terus diserang dengan modal dan privatisasi dan akhirnya rakyat kita akan jadi pengemis di "ruang" sendiri,"jelas Edo.