REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--PT Indosat Tbk menyesalkan adanya eksekusi terhadap mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa 16 September 2014.
"Kami sangat menyesalkan proses eksekusi terhadap Indar Atmanto oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan karena baik pribadi Indar Atmanto maupun kuasa hukumnya belum menerima pemberitahuan resmi atau relaas putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Alexander Rusli, President Director & CEO Indosat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa malam (15/9).
Ia menjelaskan bentuk kerja sama Indosat dan IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan, yakni Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Pihaknya sendiri akan terus mendukung mantan Dirut IM2 itu untuk menempuh upaya hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dodi Abdulkadir selaku Kuasa Hukum Indar Atmanto mengatakan eksekusi yang dilakukan Selasa itu mengabaikan kasasi yang diajukan oleh Indar.
"Kami segera menanyakan ke Mahkamah Agung mengenai putusan terhadap kasasi yang diajukan oleh klien kami, sehingga kami dapat melakukan tindakan hukum terhadap putusan yang menyatakan klien kami bersalah," katanya.
Menurut dia sesuai bukti-bukti yang terungkap di persidangan, seharusnya Indar mendapat putusan bebas. "Dan kami yakin apabila dipertimbangkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan secara objektif sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana, maka klien kami akan dibebaskan dari segala tuntutan," ujarnya.
Menkominfo Tifatul Sembiring sendiri pada 13 November 2012 telah mengirim surat resmi kepada Jaksa Agung perihal kasus tersebut sebagai klarifikasi dari regulator.
Surat bernomor T 684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/2012 tersebut menegaskan kerja sama Indosat dan IM2 telah sesuai aturan.
Namun, berbagai bukti tersebut termasuk keterangan dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Amicus Curae, dan para saksi ahli yang dihadirkan di pengadilan tidak digubris.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) sendiri menilai kasus ini dapat mengancam pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia.
Padahal sektor telekomunikasi adalah salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI 2011-2015.