REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai perlu adanya pengaturan dana kampanye untuk menekan anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi lebih murah. Direktur Jendral Otonomi Daerah Kemendagri, Djohermansyah Johan, mengatakan ada beberapa cara untuk menekan dana kampanye.
"Pertama, para calon dilarang memberi uang kepada parpol pengusung istilahnya sewa perahu atau sewa kendaraan," kata Djo, sapaan akrabnya, saat dihubungi Republika, Ahad (14/9).
Seharusnya, partai politik (parpol) pengusung yang melakukan penggalangan dana atau fund rising kepada publik. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kandidat yang diusung.
Cara selanjutnya, melalui penyederhanaan metode kampanye. Penyederhaan tersebut melalui penghapusan rapat umum yang dinilai menghabiskan anggaran. Sebab, biasanya rapat umum dengan membuat panggung dan menghadirkan ribuan massa.
"Sewa artis dari ibu kota itu kita larang. Jadi cukup kampanye dengan dialog terbatas serta melalui baliho atau leaflet terbatas," jelasnya.
Dana kampanye tersebut didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga sangat terbatas. Kampanye murah itu bertujuan agar kepala daerah terpilih tidak perlu memberikan kompensasi kepada sponsor yang mendukung saat kampanye. Kompensasi tersebut bisa dalam bentuk proyek, maupun perizinan.
Hal itu mengakibatkan penyalahgunaan wewenang kepala derah dan menjerumuskan ke penjara. "Sudah 332 dari 524 kepala daerah yang terlibat penyalahgunaan wewenang. Kita tidak mau pesta demokrasi tapi kepala daerah masuk penjara. Itulah harus ada perbaikan Pilkada langsung, tidak sekadar copy paste zaman dulu," terangnya.