REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Palang Merah Indonesia Jawa Tengah telah bersiaga di lima kabupaten di sekitar Gunung Slamet, yakni Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas, dan Purbalingga, guna menyiapkan pengungsian dan lainnya.
"Kami telah bersiaga di lima kabupaten itu, di antaranya menyiapkan pengungsian. Di Brebes, kami bagi-bagi masker kepada masyarakat," kata Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jateng Sasongko Tedjo di Semarang, Sabtu (13/9).
Penyiagaan di lima kabupaten itu, kata dia, dilakukan agar personel lebih "stand by" jika menghadapi kemungkinan terjadinya peningkatan aktivitas Gunung Slamet yang semakin membahayakan. Ia mengatakan sejumlah personel sudah dilatih untuk menghadapi kondisi bencana, meliputi pendirian posko bencana, tempat pengungsian, kesiapan tim medis, hingga penyediaan dapur umum bagi pengungsi.
"Sejauh ini, kami terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet. Dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng sudah ada sekitar 1.170 warga yang mengungsi," katanya.
Namun, Sasongko menegaskan keputusan warga untuk mengungsi dari tempat tinggalnya di lereng Gunung Slamet itu dilakukan lebih karena kekhawatiran, belum sampai pada kondisi yang mengkhawatirkan.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono menyatakan aktivitas Gunung Slamet yang berbatasan dengan lima kabupaten di Jateng itu cenderung menurun. "Penurunan aktivitas Gunung Slamet diketahui dari hasil pengamatan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi) di Pos Pengamatan Gunung Api Slamet, Desa Gambuhan, Pemalang," katanya.
Pada pengamatan aktivitas Gunung Slamet, Sabtu, pukul 06.00-12.00 WIB, kata dia, teramati embusan asap putih tipis setinggi 200 meter dari puncak condong ke Barat dan terekam 18 kali gempa embusan.
Hasil pengamatan itu menunjukkan penurunan aktivitas dibanding pengamatan pada Sabtu, pukul 00.00-06.00 WIB yang memperlihatkan embusan asap putih setinggi 50-100 m, 44 kali gempa embusan, dan enam kali gempa termor. Mbah Rono, sapaan akrab Surono mengharapkan aktivitas Gunung Slamet semakin menurun sehingga gunung tertinggi di Jateng itu dapat kembali "tidur".
Meski demikian, Mbah Rono mengimbau masyarakat untuk tidak beraktivitas dalam radius empat kilometer dari puncak Gunung Slamet karena aktivitas gunung tersebut masih "fluktuatif".