Rabu 10 Sep 2014 16:57 WIB

Hadapi ISIS, Panglima TNI Gandeng Ormas Islam

Panglima TNI Jenderal Moeldoko bersama Din Syamsuddin serta Said Aqil Siradj.
Foto: Puspen TNI
Panglima TNI Jenderal Moeldoko bersama Din Syamsuddin serta Said Aqil Siradj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) patut diwaspadai. Meski baru berbentuk gerakan yang ditandai berkibarnya bendera di beberapa wailayah di Indonesia, bukan organisasi ISIS secara resmi, namun kehadirannya harus diantisipasi sejak dini.

Karena alasan itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengundang tokoh ormas Islam untuk memperikan pemaparan terhadap langkah penecegahan guna menghadapi gerakan radikal yang berasal dari Timur Tengah tersebut di Mabes TNI, Cilangkap, Rabu (10/9).

Acara yang dikemas bertajuk 'TNI Mendengar' itu, seluruh pimpinan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) hadir, di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Sirajd.

Dari unsur pimpinan TNI, hadir pula Kasum TNI Laksdya Ade Supandi, Wakil KSAD Letjen M. Munir, Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI Mayjen Ngakan Gede Sugiartha Garjitha, serta Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya. Menurut Jenderal Moeldoko, belum lama ini bendera ISIS terdeteksi berkibar di sejumlah tempat di Indonesia, di antaranya di Solo, Jambi, Pekanbaru dan Aceh Timur. Hal itu tidak boleh dianggap remeh.

"Secara organisasi, ISIS memang belum hadir di Indonesia. Namun, semangat ISIS sudah bisa dirasakan di Indonesia. Karena itu, TNI ingin mendengar masukan-masukan dari ormasi Islam terkait keberadaan ISIS itu sendiri, sehingga kelahiran semangat ISIS dapat diantisipasi," kata mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu.

Menurut dia, dengan mengundang Muhammadiyah dan NU, serta ormas Islam lain, diharapkan dapat terwujud cita rasa toleransi. Pasalnya, ia yakin ajaran Islam tidak mengajarkan pengikutnya untuk menyakiti orang lain, misal melakukan ancaman teror. Karena kalau hal itu dibiarkan, sambung dia, eksesnya bisa mengancam stabilitas persatuan NKRI.

"Muhammadiyah, NU, dan ormas lainnya ini dikenal sebagai Islam moderat. Kita ingin kelahiran semangat ISIS bisa diantisipasi dan dapat memakamkan pemahaman tersebut agar tak semakin berkembang di Indonesia," ujar Moeldoko.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin menyatakan, gerakan ISIS adalah produk lama yang dikemas dengan merek baru. Jika pemahamannya diterapkan di Indonesia, maka dapat menimbulkan pergolakan di tengah masyarakat. Pasalnya, Islam Nusantara yang dianut masyarakat sangat toleran dan antikekerasan.

"Dalam pemahaman saya, gerakan ISIS adalah old product with new brand. Produk lama merek baru. Orangnya yang terlibat sebenarnya itu-itu saja," ujar ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Din mengingatkan, ISIS merupakan embrio fundamentalis Islam yang dapat menimbulkan malapetaka, pertentangan hingga pembunuhan. Semua akan dilakukan untuk mencapai tujuannya. "Maka bagi kita, kalau tidak mampu dikelola dengan baik, akan terjadi pula pertumpahan darah. Termasuk juga bagi yang suka mengkafirkan atau paham takfiri."

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menilai, masyarakat harus menyuburkan rasa nasionalisme dahulu, baru memperkuat pemahaman agama. Hal itu sudah terjadi di Indonesia hingga keutuhan NKRI tetap terpelihara hingga sekarang.

Dia mencontohkan, negara Islam yang penduduknya hampir 100 persen Muslim, seperti Afganistan dan Somalia sekarang malah kondisinya berantakan. Meski disatukan agama, namun masyarakatnya tidak memiliki kesamaan dalam memandang nasionalisme hingga tidak dapat bersatu sampai sekarang. "Negara Islam yang memiliki penduduk muslim 100 persen pun akan berantakan jika tidak ada rasa nasionalisme," ujar Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement