Selasa 09 Sep 2014 17:01 WIB

Pengamat: Pembebasan Bersyarat bagi Koruptor Mengecewakan

Rep: Adhi Wicaksono/ Red: Bilal Ramadhan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kebijakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan pembebasan bersyarat bagi sejumlah terpidana korupsi menuai kekecewaan publik. Pembebasan bersyarat bagi koruptor dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Fariz Fachryan mengatakan, pembebasan tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang digembor-gemborkan pemerintah. "Tentu pembebasan bersyarat ini sangat mengecewakan," kata dia, Selasa (9/9).

Fariz menambahkan, hukuman para terpidana korupsi yang mendapat pembebasan bersyarat relatif ringan. Menurut dia, alih-alih memberi pembebasan semestinya pemerintah justru berupaya memperberat hukuman bagi para koruptor.

Ia menilai, pemberian remisi bagi koruptor merupakan langkah mundur dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebelumnya terpidana kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Fahd El Fauz menghirup udara bebas pada Senin (8/9).

Fahd yang dijatuhi vonis penjara 2,5 tahun pada Agustus 2012 itu bebas dari tahanan Lapas Sukamiskin, Bandung. Saat dibebaskan Fahd baru menjalani hukuman selama 26 bulan dari 30 bulan seperti yang dijatuhkan dalam vonis.

Sementara itu juru bicara KPK, Johan Budi SP mengakui, pihaknya pernah menerima surat permohonan rekomendasi pembebasan bersyarat bagi Fahd. Surat tersebut diterima pada 12 Agustus 2014 lalu. "Betul dan itu sudah ditolak. Tidak dikabulkan. Tidak diberi rekomendasi," ungkap Johan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement