Selasa 09 Sep 2014 16:01 WIB

Pilkada Lewat DPRD Suburkan Korupsi Elite

Rep: Elba Damhuri/ Red: Mansyur Faqih
Pilkada(Ilustrasi).
Pilkada(Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pilkada langsung diubah menjadi tidak langsung melalui DPRD mendapat kritik keras. Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie sujito berpendapat pilkada tidak langsung hanya akan menyuburkan praktik korupsi.

"Potensi sekongkol antara DPRD dan eksekutif dalam kourpsi kekuasaan semakin besar," kata Arie kepada Republika, Selasa (9/9).

Menurutnya, DPRD akan menjadi kekuatan yang bisa mendikte eksekutif, sementara kontrol rakyat berkurang. Dari sini praktik kotor korupsi bisa menjadi subur seperti yang terjadi sebelum pilkada digelar langsung.

Arie menegaskan, pemaksaan pilkada oleh DPRD merupakan kemunduran dalam demokrasi sepanjang reformasi bergulir. Jika ingin mengevaluasi pilkada, ia meminta DPRD dan partai politik untuk mengoreksi diri mereka dulu. 

Jadi, tegas Arie, bukan malah mereka membajak hak konstitusional rakyat. Pilkada tak langsung hanya membuat demokrasi makin tumbuh elitis.

DPR berencana mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang akan digelar pada 25 September mendatang. Poin kontroversi RUU Pilkada itu antara lain terkait dengan rencana mengembalikan pilkada melalui DPRD, tidak lagi pemilihan langsung oleh rakyat.

Partai yang tadinya menolak usulan itu kini malah mendukung. Mereka adalah partai-partai yang tergabung dalam koalisi Merah-Putih pendukung Prabowo Subianto. 

Tiga partai menolak RUU Pilkada versi demokrasi tak langsung ini. Ketiganya, PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement