REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana Nicolaus Pira Bunga, berpandangan wacana untuk pengembalian pilkada melalui demokrasi perwakilan sama sekali tidak mendasar.
Menurut dia, dalam rumusan pasal 18 ayat 4 UUD 1945 sangat jelas yakni gubernur, bupati dan wali kota sebagai kepala daerah dipilih secara demokratis.
Mengenai solusi, dia mengatakan jalan tengahnya adalah melakukan revisi terlebih dahulu terhadap pasal 18 ayat 4 UUD 1945, dengan menghilangkan rumusan 'dipilih secara demokratis' supaya tidak kabur.
"Presiden dan Wapres dipilih rakyat secara langsung oleh rakyat. Gubernur, Bupati dan Wali Kota dipilih secara demokratis. Siapa pemilih? Wacana tetap berlangsung karena tidak tegas dan jelas siapa pemilih dalam pemilihan secara demokratis itu," tukasnya.
Menurut dia, gubernur, bupati dan wali kota dipilih secara demokratis, itu tidak berarti gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh rakyat atau sebaliknya.
Seharusnya MPR melakukan amandemen pasal 18 ayat 4 UUD Tahun 1945 agar menjadi jelas gubernur, bupati dan wali kota dipilih rakyat atau dipilih oleh DPRD.
Jika pasal 18 UUD 1945 ini tidak diubah, yang terjadi adalah orde uji coba sistem pemilihan kepala daerah ini sebagai ajang menghitung ongkos, termasuk ongkos anak bangsa dari sistem pemilihan kepala daerah yang tidak jelas dan tidak terukur, ujar Pira Bunga.
Artinya, yang paling esensi dari wacana ini adalah regulasi yang pasti yaitu dengan mengubah dulu pasal 18 ayat 4 1945 dengan menghilangkan rumusan "dipilih secara demokratis" supaya tidak kabur, paparnya.