REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mekanisme pemilihan kepala daerah kembali menjadi polemik hangat terkait dengan RUU Pilkada. Sejumlah partai mengusulkan agar pemilihan kepala daerah kembali melalui jalur DPRD.
Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengkritik partai yang mendukung pemilihan kepala daerah kembali pada sistem lama. "Pendukung kepala daerah dipilih DPRD adalah partai penakut," kata dia, Ahad (7/9).
Masykurudin, menilai ada empat ketakutan dari partai yang mengusulkan pemilihan kepala daerah tak langsung oleh rakyat. Pertama, partai takut dengan pemilih.
Dalam mekanisme pemilukada langsung, ia mengatakan, ada kesempatan besar partai di tingkat lokal berkomunikasi politik untuk mendekatkan diri dengan pemilih.
Menurut Masykurudin, masa kampanye menjadi bagian penting bagi partai untuk membuktikan kedekatan dengan pemilih. Dengan pemilihan kembali ke jalur DPRD, ia melihat ruang itu hilang.
"Partai takut akan sikap kritis pemilih yang cerdas dalam menentukan pilihan politiknya," kata dia.
Ketakutan kedua, menurut Masykurudin, terkait dengan evaluasi partai. Pada tataran eksekutif, hak pemilih adalah mengevaluasi kinerja pemerintahan.
Andai kepemimpinan partai di tingkat daerah dipandang buruk, ia mengatakan, pemilih berhak tidak menjatuhkan pilihan kembali pada calon partai tersebut. Namun dengan pemilihan melalui DPRD menunjukkan partai takut akan adanya evaluasi kinerja pemerintahan oleh publik.
Menurut Masykuruddin, ketakutan ketiga adalah dari sisi keterbukaan. Pertimbangannya, mekanisme pemilihan langsung memerlukan aspek keterbukaan dari partai sebagai kunci kemenangan.
Semakin partai terbuka dalam proses pencalonan, maka terbuka peluang lebar untuk menang. "Bila kembali ke DPRD, maka partai ketakutan terhadap apa yang terjadi di internal partai politik yang sesungguhnya adalah lembaga publik," kata dia.
Keempat, Masykurudin mengatakan, partai takut dipantau. Dengan pemilihan langsung, elemen masyarakat dapat berperan untuk meningkatkan demokrasi di tingkat lokal.
Ia mengatakan, berbagai eleman dapat melihat kontrak politik yang dibangun pemilih dengan calon yang didukung partai. Kembalinya pemilihan melalui DPRD dapat mengurangi kesempatan itu.
"Partai politik ketakutan terhadap pemantauan kinerja pemerintahan dari elemen masyarakat sipil tersebut," ujar dia.