Jumat 05 Sep 2014 21:48 WIB

Kursi Ketua DPR Tergantung Lobi Politik

Rep: c87/ Red: Bilal Ramadhan
Gedung DPR.
Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Gedung DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, mengatakan pertarungan memperoleh kursi Ketua DPR tergantung lobi politik dari koalisi Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres maupun koalisi Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pileg.

Menurutnya, seandainya gugatan UU MD3 ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), pemilihan ketua DPR akan menggunakan sistem voting. Bisa dipastikan Koalisi Merah Putih akan menyapu bersih semua jabatan penting di DPR seperti Ketua DPR, Ketua Badan Anggaran, dan Ketua Komisi termasuk Dewan Kehormatan DPR.

Jika itu terjadi, akan timbul tirani mayoritas karena mayoritas partai yang kalah dalam Pilpres kemudian menguasai semua posisi di DPR untuk menjegal pemerintahan Jokowi-JK.

“Kemungkinan kedua, walaupun misalnya Koalisi Merah Putih tetap menjadi kekuatan bisa saja terjadi lobi-lobi politik dengan Koalisi Jokowi-JK. Apalagi kalau Muhaimin Iskandar mampu melakukan lobi politik dengan jalur musyawarah mufakat akan lebih menonjol dalam penentuan ketua DPR,” kata Ikrar saat dihubungi Republika, Jumat (5/9).

Baru-baru ini nama yang muncul untuk diajukan menjadi Ketua DPR dari Koalisi Jokowi-JK adalah Ketua Fraksi PDI Perjuangan Puan Maharani dan politisi Partai Golkar Setya Novanto dari Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta. Ikrar menilai kemungkinan Puan memenangi posisi Ketua DPR tergantung sejauh mana lobi politik yang dilakukan ke partai pendukung Jokowi maupun Koalisi Merah Putih.

“Tergantung dia (Puan) sendiri mampu tidak melakukan lobi-lobi politik secara lebih elegan dan lebih canggih di dalam mendekati pimpinan-pimpinan partai. Sebab kalau dia tidak lincah di dalam berpolitik itu akan susah. Kalau gugatan ditolak MK dia harus jungkir balik. Kalau Cuma berharap tidak mungkin menang,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement