REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Ramlan Surbakti mengatakan, pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau melalui mekanisme oleh DPRD tidak konstitusional. Pilkada oleh DPRD juga bertentangan dengan bentuk pemerintahan Indonesia yakni presidensial.
Menurutnya, Indonesia menjamin otonomi daerah seluas-luasnya atau desentalistik. Daerah otonomi provinsi dan kota punya kewenangan. Karenanya dibentuk DPRD dan kepala daerah yang dilandasi asas pemerintahan yang sama, yakni otonomi daerah.
"Pemilihan kepala daerah oleh DPRD mengkhianati konstitusi dan langkah kemunduran demokrasi di Indonesia. Mekanisme pemilihan kepala daerah harus sama dengan mekanisme pemilihan kepala pemerintahan secara nasional," kata Ramlan di Jakarta Pusat, Jumat (5/9).
Ramlan menjelaskan, dalam pasal 6A UUD 1945 yang diamandemen menyatakan pemilihan presiden dipilih langsung. Karenanya, mekanisme pemilihan kepala daerah harus disamakan dengan pemilihan presiden.
Sedangkan dalam UU Nomor 32/2004 menjelaskan kepala daerah dipilih melalui pemilu supaya konsisten dengan pemilihan presiden. "Kalau diubah, pilkada oleh DPRD, maka tidak sesuai, kita seperti menggunakan sistem parlementer," imbuhnya.
Sebab, dalam bentuk pemerintahan presidensial kepala negara dipilih dalam pemilu secara langsung. Bentuk negara republik dan pemerintahan presidensial tidak bisa dipisahkan.
Selain itu, rezim pemerintahan dan rezim pemilu adalah satu kesatuan. "Kepala daerah dipilih DPRD itu omong kosong, hanya membenarkan kepentingan saja," ujarnya.
Saat ini DPR tengah melakukan pembahasan RUU Pilkada. Dalam pembahasan tersebut ada perbedaan pandangan antara fraksi dengan pemerintah. Salah satunya proses pilkada secara langsung atau dipilih oleh DPRD.