Jumat 05 Sep 2014 10:13 WIB

Tekan Impor, Jokowi-JK Harus Kuatkan Sektor Pangan

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Esthi Maharani
Andrinof Chaniago
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Andrinof Chaniago

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) harus mendorong penguatan sektor pangan. Produk impor yang belakangan ini membanjiri kebutuhan masyarakat perlu penataan agar produksi dalam negeri lebih terkendali.

Ketua Dewan Pakar Pusaka Trisakti, Andrinof Chaniago mengatakan, pangan merupakan persoalan yang mempengaruhi ketidakstabilan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama beberapa tahun belakangan ini, negeri ini mengalami kelangkaan pangan sehingga terpaksa impor.

“Padahal negeri ini kaya akan sumber daya alam. Maka kita harus berdaulat dalam sektor produksi pangan,” kata Andrinof dalam Sarasehan Kebangsaan Institut Lembang 9 dan Pusaka Trisakti yang bertema ‘Kedaulatan Pangan’ di Jakarta, Jumat (5/9)

Kemandirian pangan merupakan suatu keharusan, dan hal tersebut dapat dimulai dari tingkat desa. Dia menambahkan, Jokowi-JK harus memperhatikan pembangunan kawasan pinggiran, namun bukan hanya program fisik melainkan pemberdayaan masyarakatnya.

Anggota Dewan Penasihat Pusaka Trisakti, Alwi Hamu menyatakan, desa memang harus menjadi tulang punggung negeri ini, apalagi konsep pembangunannya belum banyak tersentuh para pengembang. Namun pemerintah harus perhatikan kebutuhan mereka.

“Untuk meningkatkan hasil produksi dibutuhkan teknologi yang memadai. Selain itu, banyak juga petani yang mengeluhkan permodalan. Di sana harus dibangun bank pertanian dan infrastruktur sebagai akses mereka di sektor tersebut,” ujar Alwi.

Menrut dia, masyarakat di pedasaan yang berprofesi sebagai petani umumnya merasa sulit memperoleh kredit modal. Banyak syarat dan prosedur yang mereka anggap justru memperumit mendapatkan dana awal. Padahal aturannya tidak perlu seperti itu.

Bupati Kaur, Provinsi Bengkulu, Hermen Malik mengatakan, pemerintah sebelumnya terlalu cepat mengambil keputusan untuk impor kebutuhan pangan bila produksi dalam negeri tidak mencukupi. Sikap tersebut menimbulkan mental konsumtif padahal kekuatan desa dapat dioptimalkan.

“Mental kita selama ini sih memang inginnya enak saja. Padahal, kalau butuh, seharusnya berjuang menciptakan. Kita sangat konsumtif. Setiap produk asing pasti laku,” kata Hermen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement