REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Masyarakat (Humas) Mabes Polri, Irjen Pol Ronny Sompie mengatakan pihaknya belum mengetahui jika diduga otak sindikat narkoba yang melibatkan AKBP Idha dan Brigadir Harahap beroperasi di lapas kelas IIA.
"Kita belum tahu, karena BNN bisa mendapatkan lebih dulu. Apakah Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim sudah mengetahui. Saya belum mendapatkan informasi dari Bareskrim," ujar Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Masyarakat (Humas) Mabes Polri, Irjen Pol Ronny Sompie kepada Republika, Kamis (4/9).
Ia menuturkan harus menanyakan terlebih dahulu. Menurutnya, jika BNN mengetahui dan bisa mengungkap itu maka Bareskrim bisa ikut bekerjasama. "Kalau memang dua anggota ini bisa dibuktikan di dalam negeri keterlibatannya harus diungkap," katanya.
Sejauh mana, menurutnya, keterkaitan mereka dengan otaknya. "Jika memang dia ada di dalam penjara. Kenapa masih bisa berkomunikasi dengan yang diluar lapas. Ini yang harus diantisipasi pengawasan penggunaan handpone," ungkapnya.
Ronny mengatakan pasalnya bisa saja orang atau narapidana masih menyimpan kartu teleponnya. "Dia menggunakan HP siapa saja, bisa handphone pengunjung yang mengunjungi dia. Ketika jam-jam kunjungan dia bisa menggunakan," katanya.
Menurutnya, narapidana narkoba yang bertindak seperti itu tidak boleh dibiarkan sehingga memerlukan pengawasan seperti dengan menggunakan CCTV sebagai alat pengawas.
Sementara itu, terkait dugaan otak sindikat yang berada di lapas ada hubungan dengan sindikat internasional maka BNN tentu mempunyai sistem untuk penyelidikan dengan menggunakan IT. "Sehingga memungkinkan melacak ada atau tidak hubungan di dalam negeri dengan jaringan diluar negeri," katanya.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini