Kamis 04 Sep 2014 20:34 WIB

Dalam Kasus Lapindo, Pemerintah Korbankan Rakyat

Rep: c54/ Red: Erdy Nasrul
Puluhan patung manusia lumpur berdiri di atas lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (11/7). (Republika/ Yasin Habibi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Puluhan patung manusia lumpur berdiri di atas lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (11/7). (Republika/ Yasin Habibi).

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, Ony Mahardika, menyatakan, terkatung-katungnya kasus lumpur Lapindo menunjukan ketidakseriusan pemerintah menyudahi masalah tersebut.

Menurut Ony, dalam masalah lumpur Lapindo, pemerintah telah mengorbankan rakyat.

“Masalah (lumpur) Lapindo  bukan hanya ganti rugi. Ada hak-hak lainnya yang harus dipenuhi,mulai dari hak ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan yang lainnya,” kata dia.

Demi asas keadilan, Ony pun menyerukan pemerintah untuk membawa PT Lapindo Brantas dan pemilik perusahaan yang bertanggung jawab, yakni Aburizal Bakrie, ke hadapan hukum.

Aktivitas pengerukan oleh BPLS terhenti sejak 18 Mei karena mendapat penolakan warga.

Sementara warga menuntut sisa ganti rugi yang tak kunjung dibayarkan PT Minarak Lapindo Jaya, selaku pihak yang bertanggung jawab.

Situasi tanggul penahan luapan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo dalam keadaan kritis.

Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melaporkan, terdapat setidaknya tiga titik rawan, yakni titik 21 area Barat, titik 34 area Selatan, serta titik 73 di sebelah Utara.

Humas BPLS Dwinantomo menyampaikan, lumpur sewaktu-waktu bisa meluap dan mengancam area publik. Menurut Dwi, sementara ini pihaknya terus mewaspadai daerah paling rawan,  yakni titik 21.

“Daerah tersebut langsung berbatasan dengan rel kereta api dan jalan raya,” ujar Dwi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement