Ahad 31 Aug 2014 01:10 WIB

Museum Tumbuh Menjamur di Bali

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Yudha Manggala P Putra
Museum Sangiran, Jawa Tengah
Foto: Republika/Agung Suprianto
Museum Sangiran, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Himpunan Museum Bali (Himusba) Anak Agung Rai mengatakan, ada masyarakat yang keliru membayangkan peran museum, yakni hanya sebagai tempat menyimpan barang rongsokan. Padahal katanya, peran museum lebih besar dan mulia, yakni menjadi ruang bagi masyarakat untuk berinteraksi, terutama dalam rangka mengenal kekayaan sejarah masa lalu.

"Saya prihatin kalau ada yang mengkerdili peran museum, apalagi ada yang membangun museum dengan memikirkan sisi bisnisnya saja," kata Agung Rai.

Hal itu dikemukakan pemilik Museum Arma, Ubud, Kabupaten Gianyar, itu di Ubud Gianyar, Bali, Sabtu (30/8), di sela-sela pembukaan acara morning Coffee at Museum and Charity Dinner. Kegiatan berlangsung di Museum Topeng, Mas, Ubud Gianyar.

Agung Rai mengatakan, seiring dengan kemajuan bisnis pariwisata di Bali, semangat sejumlah pihak untuk membangun museum di Bali juga besar. Hingga dalam waktu yang tidak lama, tumbuh puluhan museum di Bali dan jumlahnya kini menjadi sekitar 33 museum.

Kendati tumbuh menjamur, Agung Rai merasa bangga, karena museum swasta di Bali pengelolaannya tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah.

Agung Rai berkeluh kesah, ketika dia mendirikan Museum Arma, ijinnya sangat sulit, mengurusnya sampai ke menteri. Tapi sekarang ijin mendirikan museum hanya sampai bupati atau gubernur, sehingga mendirikan museum terkesan sebagai hal yang sepele. Dia mengeluhkan sulitnya mempertemukan pengelola museum, untuk menyamakan visi pengelolaan museum di Bali.

Saat mendirikan museum kata Agung Rai, dia menyediakan lahan sampai enam hektar, lengkap dengan areal persawahannya. Itu dilakukan karena dia ingin menginteraksikan apa yang dipajang di museum, kegiatannya masih ada yang hidup di asyarakat Bali. Misalnya ada lukisan yang dipajang tentang kehidupan petani di sawah, masyarakat bisa mendapatkan gambaran yang nyata di live museum.

"Tapi kami tidak mengatakan bahwa mereka yang mendirikan museum belakangan ini, tidak punya visi kesana. Itu sangat tergantung kepada yang bersangkutan," katanya.

Ke depan kata Agung Rai, pihaknya ingin membuat mindset baru tentang museum. Harus diciptakan suasana di museum yang bisa membuat orang asing bisa fall in love pada Bali.

Sementara itu, staf pengajar Fakultas Sastra Universitas Udayana, Wayan Redig mengatakan, pengelola museum hendaknya bisa membuat duplikat dari barang yang dikoleksi dan bisa dijualbelikan. Karena bukan tidak mungkin sebutnya, mereka yang berkunjung ke museum ingin mendapatkan duplikat barang yang dipajang.

"Ini bagian dari cara untuk menghidupkan kembali kekayaan sejarah kita di tengah masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement