Senin 25 Aug 2014 11:09 WIB

SBY Dinilai Wariskan Penegakan Hukum di Tesso Nilo

  Petugas menebang ratusan pohon sawit yang ditanam di Bukit Apolo, kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau, Kamis (22/5).
Petugas menebang ratusan pohon sawit yang ditanam di Bukit Apolo, kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau, Kamis (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemerhati lingkungan hidup dari Universitas Riau menyatakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mewariskan masalah penegakkan hukum di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) kepada penggantinya Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Kita tidak bisa terlalu berharap banyak karena dipenghujung masa kepemimpinan (SBY-Boediono) yang dibenahi itu, bagaimana menyelesaikan semua pertanggungjawaban diamanahkan kepada mereka," ujar pemerhati lingkungan hidup UNRI, Tengku Ariful Amri di Pekanbaru, Senin.

Oleh sebab itu, lanjutnya, kebijakan-kebijakan yang baru dipastikan sulit didapatkan terutama untuk aspek lingkungan. Apalagi masalah perambahan liar yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo sejak lama termasuk kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.

Dalam dua bulan menjelang berakhirnya pemerintahan SBY-Boediono, menurut dia, langkah yang bisa dilakukan yaitu dengan melakukan inventarisasi dan dokumentasi terhadap semua permasalahan yang mendera kawasan taman nasional tersebut.

Bila pihak terkait terutama Kementerian Kehutanan berhasil mendokumentsikan secara baik, maka hal tersebut harus dijadikan catatan utama untuk segera diselesaikan pada kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemetaan, sejauh mana telah terjadi kerusakan pada kawasan tersebut dan kedua hal-hal pokok apa saja yang telah dilanggar untuk kawasan taman nasional," katanya.

Pihak terkait, lanjutnya, harus melibatkan para ahli dan pakar untuk membahas masalah di Taman Nasional Tesso Nilo serta diajak dalam membuat program penyelesaian dengan tujuan agar kawasan itu tidak terusik lagi dari perbuatan yang mencoreng dan tingkah laku tidak etis.

"Penyelesain hukum hanya dapat dilakukan, bila pihak terkait bisa mengumpulkan pemikiran ahli dan pakar. Kawasan taman nasional yang telah mengalami kerusakan itu bisa di petakan, untuk dijadikan barang bukti dan kita analisis apa dampaknya kalau itu tidak diselesaikan," ucap Ariful.

Seperti diketahui, perwira TNI berpangkat kolonel berinisial SM tahun 2004 diduga menguasai sekitar 300 hektare lahan pada Taman Nasional Tesso Nilo yang berada di Kabupaten Pelalawan dan diduga melakukan aktivitas "illegal logging" di kawasan milik negara tersebut.

Selain itu, oknum anggota legilatif dan masyarakat turut serta terlibat dalam menguasai lahan di taman nasional tersebut, dimana pihak eksekutif mempercayakan dalam mengelola kawasan itu pada organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF).

Awalnya luas kawasan itu sekitar 38.576 hektare dan lewat inisiatif WWF, maka diperluas jadi 83.068 hektare lewat SK No.663/Menhut-II/2009. Analisis citra landsat tahun 2012 menunjukkan hutan alam di Taman Nasional Tesso Nilo sudah hilang 64 persen dan areal perluasan hutan yang hancur 83 persen.

WWF Riau mengatakan organisasi lingkungan itu di Taman Nasional Tesso Nilo adalah untuk melakukan upaya secara bersama-sama dengan para pemangku kepentingan bertujuan untuk mendorong, agar otoritas Kemenhut melakukan pengelolaan efektif terhadap kawasan tersebut.

"Memang dari dulu, organisasi kita bergerak dalam hal konservasi. Hasil-hasil penelitian kita advokasikan kepada pemerintah bahwa kawasan ini perlu dilindungi dengan berbagai macam hal. Misalnya menyetuh dari masyarakat, dari habitat dan lain sebagainya," kata juru bicara WWF Riau, Syamsidar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement